Selasa, 30 November 2010

El Classico jilid 161

30 November 2010 akan diingat sebagai hari yang bersejarah bagi publik Katalan yang diwakili 11 pemain di lapangan atas nama Barcelona. Kemenangan atas sang rival abadi, sang pemilik kerajaan Spanyol, Real Madrid dengan skor telak 5-0 merupakan suatu pencapaian manis skuad Barcelona, sekaligus mengulangi prestasi 17 tahun lalu saat Romario dkk mencukur sang lawan dengan skor sama dan tempat yang sama. Kala itu, Barcelona yang dibesut Johan Cruyff, sang penyembah Total Voetbal memporakporandakan Real Madrid lewat gelontoran gol dari Romario, Ronald Koeman dan Ivan Iglesias. Bahkan, pelatih Barcelona saat ini yaitu Josep 'Pep' Guardiola kala itu bermain sebagai gelandang tengah bagi skuad Los Cules.

Layaknya hajatan besar, pertandingan El Classico ke 116 ini digelar pada hari Senin malam atau Selasa dini hari WIB, waktu yang agak tidak lazim mengingat pasti rakyat Spanyol telah menantikan pertarungan antar orang-orang terhebat dalam urusan kulit bundar di muka bumi. Betul. Laga sarat emosi tersebut dimulai dari insiden pendorongan Cristiano Ronaldo terhadap Pep Guardiola hingga tamparan Sergio Ramos kepada 2 sahabatnya di timnas Spanyol yakni Carles Puyol dan Xavi Hernandez yang telah emosi setelah dirinya di kartu merah wasit karena melanggar keras Lionel Messi. Hal tersebut menjadi begitu lazim mengingat pertandingan ini bukanlah pertandingan sembarangan. Ini telah menyangkut harkat dan martabat yang telah turun temurun diwariskan oleh legenda kedua klub.

Superiotas Los Merengues, julukan Real Madrid yang notabene belum terkalahkan di semua laga musim ini seakan lenyap begitu saja jika melihat cara mereka bermain yang jika dalam bahasa Indonesia yang ejaannya-tidak-disempurnakan yakni dikadal-kadalin. Bagaimana tidak? Hampir 600 passing dilancarkan Barcelona demi menyuguhkan permainan indah yang selama ini mereka kerap pertontonkan, ditambah statistik penguasaan bola yang menunjukkan mereka menguasai bola sebanyak kurang lebih 67% di sepanjang gila. Fantastis. Hal yang nyaris tidak mungkin tidak mungkin dilakukan menghadapi tim sekaliber Real Madrid yang diasuh Jose Mourinho. Hal tersebut bahkan diakui Mou - panggilan akrab Jose Mourinho - "Saya belum pernah kalah dengan skor sebanyak ini (5-0), namun kami memang berhak mendapatkannya. Kami bermain begitu buruk, sedangkan mereka begitu fantastis,"begitulah ujarnya. Ada beberapa kunci mengapa Barcelona terlihat begitu superior kala menghancurkan Real Madrid:

1. Ball possession. Jika digambarkan dengan indeks prestasi, mungkin secara kumulatif skuad Barca memiliki nilai cum laude, terutama trio gelandang Busquets-Xavi-Iniesta. Tidak perlu dijelaskan lagi betapa indahnya melihat mereka bertiga menguasai lini tengah. Xavi dengan indah mengorkestrasi timnya, Iniesta berdansa diantara Sami Khedira, Xabi Alonso, dan bek-bek Madrid, sementara Busquets secara elegan menjaga keseimbangan lini tengah dengan permainan tenang nan ekslusif. Tak ayal jika mereka menguasai ball possession hingga 67% karena begitu leluasanya 3 gelandang ini mendikte permainan. Tiki taka biasa disebutnya permainan indah ini. Hampir tidak pernah pemain Real Madrid memegang bola selama lebih dari 20 menit. Kendali selalu dipegang Barcelona dengan ball possession yang menakjubkan antar lini.

2. Mental. Inilah gelaran El Classico pertama bagi nama-nama macam Ricardo Carvalho, Sami Khedira, Mesut Ozil, Angel Di Maria. Mereka merupakan pemain yang handal di posisinya, no doubt about it. Tapi jika sudah menginjak rumput Nou Camp dan harus menghadapi sang pemilik rumah anda harus menomorduakan teknik, mental mengambil alih performa di lapangan. Berbeda dengan Xavi, Puyol, Messi, dkk (kecuali David Villa) yang sebelumnya telah fasih dengan laga ini. Terlihat perbedaan yang mencolok dari sisi olah bola, lihat saja Xavi dengan 110 passingnya (Xavi sendiri) mampu mendistribusikan bola ke semua lini dengan mudahnya. Di Madrid praktis hanya Iker Casillas dan Sergio Ramos yang telah menjalani partai El Classico lebih banyak diantara rekam setimnya. Namun Ramos pula lah yang mengacaukan pertandingan dengan kartu merah yang diterimanya di akhir laga dan tamparan kepada Carles Puyol dan Xavi.

3. Gol cepat. Pep tahu betul bagaimana meruntuhkan moral tim sekelas Real Madrid, setelah melakukan pressing ketat di menit - menit awal, mereka berhasil memancing keluar pertahanan Madrid dan berhasil menggolkan gawang Iker Casillas 2 kali dalam tempo 20 menit. 3 dari 5 gol yang tercipta Madrid saya ingat terjadi berkat umpan terobosan diagonal yang hampir mirip prosesnya, yakni gol Xavi dan 2 gol David Villa semua diawali umpan terobosan tajam nan terukur dari lini tengah Barca. Karena di lapangan Alonso dan Khedira tidaklah berdiri sejajar, Alonso bermain lebih dalam dan 4 bek Madrid memainkan offside trap sehingga memaksa mereka naik hingga seperempat lapangan. Maka jalan yang ditempuh Barca dengan melancarkan umpan diagonal sangatlah tepat, karena jika mereka masih menggunakan fungsi Villa dan Pedro sebagai winger, bek Madrid akan mudah menjebak mereka masuk ke posisi offside.

4. Pemilihan pemain. Banyak yang mengkomparasi tipe permainan Madrid dengan Internazionale besutan Mou ketika mereka menaklukkan Barca di Liga Champions musim lalu. Kali ini Mou gagal dengan pragmatisnya. Skuad pilihannya kali ini agak kurang tepat, karena kali ini ia gagal memaksimalkan lini tengahnya. Inter memiliki gelandang destroyer macam Thiago Motta, Esteban Cambiasso, Javier Zanetti yang telah mengenal gaya permainan Lionel Messi dengan sangat baik. Motta pernah bermain dengan Messi selama hampir 3 musim, sedangkan Zanetti dan Cambiasso adalah rekan Messi di timnas Argentina. Sudah 5 laga El Classico sejak Pep menangani Barca pertama kali dan ia banyak memainkan Messi sebagai penyerang tengah yang lebih sering turun ke lini tengah, bukan sebagai winger, posisi natural Messi. Sengaja demi mengelabui taktik musuh, Pep memainkan skema ini. Messi akan lebih banyak menusuk lewat tengah dengan posisi tersebut, dan kali ini Mou kurang jeli dengan hanya memainkan Alonso dan Khedira sebagai pendobrak gerakan Messi. Lassana Diarra kemudian dimasukkan dan skema berubah menjadi 4-3-3, namun tetaplah tidak efektif untuk mengamankan pergerakan Messi, bahkan Barca malah menambah 3 gol di babak kedua. Pemilihan pemain yang kurang tepat, Mou.

Setidaknya Jose Mourinho masih memiliki waktu hingga 17 April 2011 untuk bekerja keras memulihkan luka publik Madrid atas kekalahan ini dan membalasnya di Santiago Bernabeu nanti. Kita nantikan!

Senin, 22 November 2010

Indonesia dan Arema nya


Mungkin kita, pecinta sepakbola di tanah air akan sangat kecewa dengan keegoisan stasiun televisi berlambang rajawali yang lebih memilih menayangkan aktris Jasmine Wildblood dkk yang berakting di sinetron dibanding laga persahabatan Indonesia menghadapi saudara muda kita, Timor Leste. Indonesia memang menang 6-0 dalam laga tersebut, namun kita sungguh kecewa karena hanya dapat menyaksikan cuplikan gol per gol via highlight. Alfred Riedl untuk pertama kalinya menurunkan duet pemain naturalisasi, Cristian 'El Loco' Gonzales asal Uruguay dan Irfan Bachdim yang sebelumnya berpaspor Belanda. El Loco yang selama bermusim - musim, entah berapa musim telah menjadi top skor liga Indonesia sejak bermain di PSM Makassar hingga terakhir sebagai punggawa Persib Bandung berhasil mencetak 2 gol. Padahal, sebelumnya ia mengatakan tidak mempunyai ambisi untuk mencetak gol. Memang naluri tidak bisa dibohongi. Sedangkan, 4 gol lain disumbang oleh Muhammad Ridwan, Oktovianus Maniani, Bambang Pamungkas, dan Yongki Aribowo.

Yang patut digarisbawahi dari skuad baru Indonesia yang dipersiapkan menghadapi Piala AFF 2010 ini adalah banyaknya muka baru yang bakal mengenakan kaos timnas. Sebut saja Zulkifli Syukur, Beny Wahyudi, Ahmad Bustomi, Oktovianus Maniani, Yongki Aribowo, Kurnia Meiga, Dendi Santoso, dan tentu 2 warga 'asing' Cristian Gonzales dan Irfan Bachdim. Menarik menyaksikan pemain asal Arema Indonesia yang mendominasi pemilihan skuad Garuda. Sebelumnya mungkin kita kurang akrab dengan nama - nama seperti Zulkifli Syukur, Beny Wahyudi, Ahmad Bustomi, Dendi Santoso, Kurnia Meiga, dan Yongki Aribowo. Nama yang disebut terakhir memang belum terdaftar sebagai pemain Arema Indonesia saat mereka merengkuh gelar juara musim lalu, namun untuk nama - nama sebelumnya, mereka telah berhasil membuktikan bahwa bakat mereka begitu bagus untuk hanya sekedar menjadi pengangguran kala tim nasional berlaga.

Indonesia, atau mungkin lebih tepatnya Alfred Riedl, mungkin harus mengucapkan terima kasih kepada Robert Rene Alberts, pelatih Arema Indonesia yang sukses mengorbitkan bakat - bakat tersebut sehingga mampu memberikan kontribusi maksimal bagi Arema musim lalu. Mungkin kita tidak akan mendengar nama - nama tersebut jika saja Alberts tidak menggunakan pemain tersebut sepanjang musim 2009/2010. Belum lagi Kurnia Meiga yang terpilih sebagai pemain terbaik Djarum Indonesia Super League musim lalu. Jika saya tidak salah, inilah kali pertama gelar tersebut jatuh ke tangan penjaga gawang. Alberts juga sebenarnya berhasil 'mengapungkan' nama bakat - bakat lain, selain nama yang telah disebut di atas, sebut saja Juan Revi, Muhammad Fakhrudin, Purwaka Yudhi, Irfan Raditya, Ronni Firmansyah, dan sederet bakat - bakat lain yang menjadi perhatian Alberts kala menangani Arema Indonesia. Mereka memang belum mendapat panggilan membela timnas, tapi mereka bukanlah pemain yang sekedar memenuhi kuota skuad. Cara yang dilakukan Alberts dengan memadukan nama - nama tersebut dengan nama senior macam Pierre Njanka (Kamerun), Esteban Guillen (Uruguay) dan duo Singapura Mohammed Ridhuan dan si bengal Noh Alam Shah terbukti manjur. Sinar pemain binaan Arema tersebut bukan makin tertutup oleh skill mentereng pemain asing, justru menjadi lecutan untuk bermain lebih baik di setiap pertandingannya dan menjadi panutan yang baik dalam bermain. Leading by example. Dengan mengesampingkan isu bahwa Arema musim lalu 'diberi' juara oleh BLI, karena Arema tidak menggunakan APBD dalam pembiayaannya, mereka memang tampil menawan. Arema menunjukkan model tim sepakbola modern yang sering kita lihat di liga - liga Eropa, organisasi permainan yang terstruktur, suporter yang tidak rusuh, manajemen yang efektif dan efisien, skuad yang tidak sering mengalami pergantian, dan penggunaan homegrown players.

Inilah yang mungkin diharapkan dari pecinta sepakbola tanah air, wajah segar yang mengenakan kaos timnas, tidak melulu kita melihat Ponaryo Astaman yang penampilannya mengalami penurunan, atau posisi bek kiri yang sering dihuni Isnan Ali, juga akhirnya Bambang Pamungkas setidaknya lega memiliki pelapis muda macam Dendi Santoso dan Yongki Aribowo. Semoga Alfred Riedl dan 11 Garuda lain dapat berbicara banyak di Piala AFF, setidaknya mampu lolos dari grup yang terbilang sulit, karena tergabung dengan raja AFF Cup, Thailand dan si tetangga menyebalkan, Malaysia. Juara adalah kata yang agak janggal bagi sepakbola Indonesia, tapi bukan tidak mungkin dan begitu indahnya predikat tersebut mampu kita rengkuh Desember nanti.

Garuda di dadaku, Garuda kebanggaanku, kuyakin hari ini pasti menang...

Kamis, 09 September 2010

Superbia in Praelia


Langkah Manchester City mendatangkan pemain bintang di awal musim sempat menuai berbagai pro dan kontra. Banyak yang menganggap mereka telah merusak nilai-nilai dasar sepakbola sebagai olahraga dengan segala elemen humanitasnya. Namun, sang pemilik, si raja minyak dari Dubai, Sheikh Mansour seakan memakai kacamata kuda dan tanpa tedeng aling tetap menggelontorkan jutaan poundsterling demi membangun tim yang dipersiapkan sebagai pesaing the Big Four.

Jerome Boateng, Yaya Toure, David Silva, Mario Balotelli, James Milner, adalah nama-nama yang didatangkan pada musim panas kali ini. Padahal Manchester City sebelumnya telah memiliki nama besar lainnya macam Carlos Tevez, Emmanuel Adebayor, Kolo Toure, Nigel De Jong, dll, tapi sang pemilik merasa nama-nama itu belum cukup "besar" untuk memenuhi ambisinya membawa Manchester City menembus Liga Champions. Belum lagi talenta-talenta asli Inggris yang menghiasi skuad Roberto Mancini seperti Joe Hart, Micah Richards, Joleon Lescott, Wayne Bridge, Gareth Barry, Shaun Wright-Phillips, Adam Johnson, dan terakhir James Milner.

Nama-nama yang belakangan disebut merupakan hampir setengah dari jumlah keseluruhan skuad tim nasional Inggris. Bahkan pada saat pertandingan Inggris melawan Swiss pada kualifikasi Piala Eropa 2012, terhitung 6 pemain terpilih sebagai tim inti Three Lions, dan lebih istimewanya lagi, winger mereka, Adam Johnson berhasil menyarangkan 1 dari 3 gol kemenangan Inggris malam itu. Minus Wayne Bridge dan Micah Richards yang tidak diikutsertakan Don Fabio, Manchester City merupakan tim yang paling banyak menyumbangkan pemainnya kepada tim nasional Inggris.

Jadi, masihkan Manchester City menjadi musuh utama publik Inggris?

Selasa, 10 Agustus 2010

8 Pemain Berbahasa Spanyol di Setan Merah


Manchester United merekrut Javier 'Chicharito' Hernandez dari Chivas Guadalajara dengan bandrol 6 juta poundsterling. Jumlah yang dianggap Sir Alex Ferguson cukup murah. Sir Alex menganggap harga Chicharito dipastikan akan melambung setelah Piala Dunia 2010 mengingat penampilannya yang apik, terlebih ia juga menciptakan 2 gol saat Meksiko mengalahkan Prancis 2-0 di fase grup dan ketika Meksiko dihajar Argentina 4-1 di perdelapan final.

Javier 'Chicharito' Hernandez adalah pemain berbahasa Spanyol ke-8 yang pernah direkrut Sir Alex di era Premiership. Sebelumnya telah ada 7 pemain yang telah membela panji Setan Merah. Berikut ulasannya:

1. Diego Forlan. 2 golnya ke gawang ke Liverpool pada musim 2002/2003 adalah prestasinya paling legendaris. Ia pernah dijuluki Diego For'Loan' saking mandulnya. Hingga ketika ia mencetak gol pertamanya bagi United, komentator pertandingan kala itu berteriak: 'Hallelujah!'. Setelah meninggalkan United, ia berlabuh di Villareal sebelum hijrah ke Atletico Madrid. Prestasi tertingginya adalah ketika ia menyabet gelar Golden Ball di Piala Dunia 2010 dengan torehan 5 golnya dan berhasil membawa Uruguay duduk di peringkat 4.


2. Juan Sebastian Veron. Playmaker plontos yang memiliki visi permainan kelas atas.
Diboyong dari Lazio dengan bandrol 28 juta poundsterling. Ia harus bersaing dengan Nicky Butt, Roy Keane, Paul Scholes, dan bahkan Phil Neville kala itu. Sempat mempersembahkan trofi Liga Inggris pada musim 2002/2003. Ketika Roman Abramovich datang ke Inggris dan mengakuisisi Chelsea, Seba -panggilan akrab Veron- langsung masuk daftar belanja the Roman Emperor. Ia dilego ke Chelsea. Lalu malang melintang ke Inter Milan, hingga pulang kampung dan bermain untuk Estudiantes La Plata. Sempat juga tampil di Piala Dunia 2010 di usianya yang ke-35.


3. Ricardo Lopez. Namanya kurang mentereng. Kalah bersaing dengan Fabien Barthez kala itu. Namun, satu penyelamatan penaltinya saat debut melawan Blackburn tentu diingat sebagai salah satu 'persembahan'nya bagi United. Kini bermain untuk Osasuna.


4. Gabriel Heinze. Bek sangar asal Argentina yang langsung mencetak gol di pertandingan debutnya kala United jumpa Bolton Wanderers di musim 2004/2005. Ia kemudian dilego ke Real Madrid saat Patrice Evra mulai mengkudeta posisinya di bek kiri pertahanan United. Namun, posisinya di Argentina tidak tergantikan. Ia bermain di 4 pertandingan yang dijalani Argentina di Piala Dunia dan mencetak 1 gol ke gawang Nigeria di Piala Dunia 2010. Heinze bermain untuk Marseille di Ligue 1.


5. Carlos Tevez. Sang Apache dicap pengkhianat oleh fans United karena ia menyeberang ke Eastlands. Namun, kombinasinya dengan Wayne Rooney dan Cristiano Ronaldo di musim 2007/2008 sukses memberikan double bagi United, yakni Liga Inggris dan Liga Champions. 'Who's that twat from Argentina?' Begitulah kira-kira publik Mancunian menyebutnya kini.


6. Gerard Pique. Atletis, gaya permainan yang elegan, didukung jenggot tebal yang sudah sangat cukup membuat para wanita rela bangun malam untuk menyaksikannya beraksi saat Piala Dunia 2010 berlangsung. Itulah yang terjadi ketika ia telah bermain bagi Barcelona. Saat masih menjadi reserve di United, Pique hanya menjadi pemain spesialis pinjaman, karena duet Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic kala itu sedang pada puncak permainannya. Ia direkrut kembali oleh klub semasa kecilnya, Barcelona dan bertransformasi menjadi salah satu bek terbaik di dunia saat ini.


7. Luis Antonio Valencia. Sayap kanan klasik. Memiliki dribel dan umpan silang yang mematikan. Ialah kunci sukses mengapa Wayne Rooney begitu produktif musim lalu, dan Rooney pun secara eksplisit menyebutnya sebagai pemain yang turut memiliki andil pada 34 golnya musim lalu. Winger yang berperawakan dingin ini direkrut dari Wigan Athletic seharga 26 juta poundsterling dan diproyeksikan sebagai pengganti Cristiano Ronaldo yang hijrah ke Real Madrid pada musim 2009/2010.

Rabu, 21 Juli 2010

Liverpool Di Bawah Panji Britania

18 trofi Liga Inggris, 5 trofi Liga Champions, 7 trofi Piala FA, 7 trofi Piala Liga, dan masih banyak lagi gelar prestisius yang diraih oleh Liverpool. Kita tentu tahu betapa digdayanya klub asal grup musik The Beatles ini pada medio 1970an dan 1980an. Mereka seakan menjadi raja baik di tanah Britania maupun di Eropa.

Di kala jayanya, Liverpool memiliki pelatih bertangan dingin macam William 'Bill' Shankly dan suksesornya, Bob Paisley. Di bawah kendali kedua pelatih ini Liverpool mampu dengan mudah mendulang trofi demi trofi ke Anfield, markas mereka. Bill Shankly, pelatih kawakan asal Skotlandia, kala itu ditunjuk untuk memperbaiki prestasi Liverpool yang sempat terpuruk pada tahun 1950an. Mereka tenggelam di bawah bayang - bayang rival abadinya, Manchester United, dan tim lain macam Leeds United, Tottenham Hotspur, dan Everton. Di bawah kendali Bill, Liverpool berhasil meraih 3 gelar trofi Liga Inggris, dan 1 trofi Piala FA. Namun, keistimewaan Bill adalah hubungannya dengan suporter Liverpool. Ia berhasil meraih hati para fans dan ia jugalah yang meletakkan pondasi awal kejayaan Liverpool.

Sepeninggal Bill Shankly, yang mundur pada 1974, manajemen Liverpool kala itu menunjuk Bob Paisley sebagai penggantinya. Pelatih berperawakan gempal ini langsung 'tancap gas'. Di musim pertamanya ia langsung merebut gelar juara Liga Inggris dari tangan Derby County yang dilatih Brian Clough, pelatih legendaris Inggris. Dan setelah itu Liverpool berhasil menjuarai kompetisi paling bergengsi di Eropa, yakni Liga Champions sebanyak 3 kali di bawah Bob Paisley (1977, 1978, 1981) dan Piala Eropa(UEFA Cup, atau sekarang lebih dikenal dengan Europa League) pada 1984. Ini adalah prestasi fenomenal bagi klub Inggris mengingat mereka kerap tenggelam di bawah raksasa Eropa macam Ajax Amsterdam, Bayern Munchen, dan Juventus.

Kita kembali ke masa sekarang. Masa dimana Liverpool tidak lagi merajai Inggris. Masa dimana Liverpool belum pernah meraih lagi trofi Liga Inggris sejak 20 tahun silam. Namun, secercah asa tentu boleh dikibarkan jika melihat pergerakan Liverpool di bursa transfer musim panas ini. Pelatih asal Spanyol, Rafael Benitez dipecat, kemudian digantikan oleh Roy Hodgson, pelatih yang sukses mengantar Fulham hingga final Europa League musim lalu. Kemudian Liverpool sukses mendaratkan Joe Cole yang berstatus bebas transfer setelah dilepas Chelsea akhir musim sebelumnya, juga Milan Jovanovic gelandang asal Serbia. Dan rekrutan Britania lainnya macam Jonjo Shelvey, Danny Wilson yang disebut - sebut sebagai The New Alan Hansen.

Sukses Liverpool di era 1970an dan 1980an ditentukan oleh punggawa - punggawa asal Britania Raya macam Kevin Keegan, Ray Clemence, Phil Thompson, Terry McDermott yang berasal dari Inggris Raya, Kenny Dalglish dan Graeme Souness yang berasal dari Skotlandia, dan Ian Rush yang berasal dari Wales.

Akankah Liverpool kembali berjaya dengan konten Britania nya?

Selasa, 13 Juli 2010

10 Hal Yang Bikin Kita Tidak Bakal Melupakan Piala Dunia 2010

Pesta sepakbola paling megah itu telah usai. Kita harus berdoa kepada Tuhan agar diberikan umur setidaknya hingga 4 tahun ke depan untuk kembali menyaksikan ajang terbesar di jagat raya yakni Piala Dunia. Piala Dunia 2010 memang telah berakhir, namun tentu masih banyak hal-hal yang dapat kita kenang dari perhelatan 4 tahun sekali tersebut. Saya mencoba mengumpulkan 10 hal yang membuat kita akan mengenang Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

10. Jabulani dan Vuvuzela
Bola resmi Piala Dunia 2010 keluaran Adidas ini awalnya sempat menimbulkan kontroversi lantaran performanya yang kurang memuaskan. Bahkan, banyak yang menganggap Jabulani adalah bola terburuk sepanjang masa. Jabulani sendiri berasal dari bahasa Zulu yang berarti merayakan.

Terompet khas Afrika Selatan yang bunyinya lebih mirip sekumpulan lebah ini sungguh meresahkan penonton pada awal penyelenggaraan Piala Dunia 2010. Namun, seiring berakhirnya Piala Dunia, kita juga akan merindukan bunyi nyaring yang ditimbulkan Vuvuzela di setiap pertandingan yang kita saksikan.

9. Air Mata Jong Tae-se
Striker timnas DPR Korea ini secara emosional menangis ketika menyanyikan lagu kebangsaannya sebelum pertandingan melawan Brazil. Pure nationalism. Meski akhirnya DPR Korea tersingkir di penyisihan grup, tangisan Jong merupakan highlight dari penyelenggaraan Piala Dunia kali ini.

8. Pulangnya finalis Piala Dunia 2006
Prancis dan Italia bertemu...di bandara. Begitulah jokes yang banyak dilontarkan khalayak setelah melihat kegagalan 2 finalis Piala Dunia edisi sebelumnya ini lolos dari babak penyisihan grup. Jika Prancis tersingkir lantaran dilanda konflik internal, maka sang 'kawan' tersingkir lebih karena kegagalan sang pelatih, Marcelo Lippi memilih pemain yang cocok untuk membela juara dunia 2006 tersebut. Banyak pemain yang justru tidak berkontribusi banyak seperti Simone Pepe, Federico Marchetti, Alberto Gilardino, dan bahkan Andrea Pirlo yang baru tampil pada pertandingan ke-3. Well, setidaknya Riccardo Montolivo baru akan berusia 29 tahun 4 tahun lagi.

7. Swiss 1 Spanyol 0
Kejutan yang pertama kali terjadi di babak penyisihan grup. Kedigdayaan juara Eropa, Spanyol 'digoyang' lewat gol semata wayang Gelson Fernandes. Pasar taruhan pun sedikitnya terkena dampak dari kekalahan Spanyol ini. Tapi kita akhirnya tahu siapa yang tertawa pada akhir turnamen.

6. Panser Muda Membabat Inggris dan Argentina dengan 4 gol
Inggris, si tim pesakitan yang selalu jadi favorit juara dan Argentina, tim yang mengumpulkan 9 poin di babak penyisihan grup. Keduanya luluh lantak seketika saat mereka bertemu Jerman. Dimotori Mesut Ozil, Bastian Schweinsteiger, Sami Khedira, Miroslav Klose dkk, Jerman berhasil melibas kedua tim tersebut keduanya dengan 4 gol bersarang di gawang musuh. Jerman menghancurkan Inggris 4-1 yang-seharusnya 4-2 jika saja wasit Jorge Larrionda asal Uruguay mengesahkan tendangan Frank Lampard yang secara kasat mata telah melewati garis gawang Manuel Neuer. Saya tidak akan membahas lebih panjang apalagi berbicara mengenai berita tentang rencana FIFA mengulang pertandingan tersebut yang jelas-jelas tidak akan terjadi di dunia manapun.

Pemain terbaik dunia tahun 2009, Lionel Andres Messi ternyata tidak mampu membantu negaranya Argentina untuk mengalahkan Jerman. Argentina tidak berkutik menghadapi Jerman yang tampil trengginas, terlebih Bastian Schweinsteiger yang menjadi momok bagi Messi sekaligus bagi Javier Mascherano di lini tengah, karena Schweini-panggilan Schweinsteiger sukses mengunci pergerakan Messi dan juga dengan mudahnya menerobos pertahanan Argentina. Ozil, adalah nama lain yang menjadi buah bibir setelah permainan gemilangnya di fase grup.

5. Ghana
Sang penyelamat muka Afrika. Mereka berhasil mengikuti langkah Kamerun di Piala Dunia 1990 dan Senegal di Piala Dunia 2002 dengan menjejakkan kaki di perempat final. Meski akhirnya takluk dari Uruguay lewat drama adu penalti, tapi rakyat Afrika setidaknya bisa berbangga hati karena salah satu wakilnya mampu berbicara banyak. Dan mereka tentu akan mempunyai musuh baru, yakni Luis Suarez.

4. Diego Forlan, sang penakluk Jabulani
Ronaldo, Messi, Kaka pun seharusnya tercenung melihat apa yang dilakukan Forlan di Piala Dunia kali ini. Karena di luar dugaan Forlan sukses 3 kali menjebol gawang musuh lewat tendangan kerasnya dari luar kotak penalti. Saya rasa ia adalah peraih Golden Ball atas kegemilangannya menaklukkan Jabulani, bukan atas pencapaian 5 golnya.

3. Kiper terbaik Piala Dunia 2010, Luis Suarez

Ghana bisa saja lolos ke semifinal, jika 'kiper kedua' Uruguay, Luis Suarez tidak menepis bola yang sudah di mulut gawang. Ghana kemudian berpeluang mencetak gol lewat tendangan penalti. Namun, Asamoah Gyan yang pada fase grup mencetak 2 gol lewat titik putih, kali ini harus bertemu kesialannya, karena penaltinya mengenai mistar dan gagal memberi kemenangan untuk Ghana yang telah di depan mata. Suarez, yang sebelumnya menangis tersedu karena kebodohannya, langsung bersorak girang melihat Asamoah Gyan gagal memanfaatkan penalti. FIFA seharusnya memberikan Lev Yashin Award kepada Luis Suarez...

2. Gol pamungkas si mungil, Andres Iniesta
Rakyat Spanyol dibuat ketar-ketir oleh permainan keras Belanda, hingga pada menit 116 satu sepakan half-volley Iniesta melesak keras ke kanan gawang Maarten Stekelenburg dan sepakan tersebut bisa jadi adalah sepakan paling bersejarah dalam persepakbolaan Spanyol, karena ia berhasil membawa Spanyol menjadi juara dunia untuk pertama kalinya lewat golnya tersebut. Pahlawan.

1. Paul The Octopus

Tidak perlu penjelasan lebih lanjut :P

Senin, 05 Juli 2010

Ada Apa Dengan Argentina?



9 poin dari 3 pertandingan. Mencetak 7 gol dan hanya kemasukan 1 gol sepanjang babak penyisihan grup. Sungguh menakutkan bukan Argentina? Seharusnya, ya. Jangankan dari perolehan gol atau poinnya, jika melihat barisan depannya saja sudah membuat lawan 'jiper'. Lionel Messi, Gonzalo Higuain, Carlos Tevez, Sergio 'Kun' Aguero, Diego Milito, dan Martin Palermo. Ibarat senapan, Argentina dirasa-rasa tidak akan kehabisan amunisi untuk memborbardir lawan jika memiliki ujung tombak macam mereka.

Kemenangan 3-1 atas Meksiko di perdelapan final seakan mengulang perjalanan mereka di Piala Dunia 2006 yakni menang atas Meksiko dan jumpa Jerman di perempat final. Dan hasilnya pun juga 'terpaksa' harus berulang juga. Argentina berada di sisi kalah. Hanya saja jika 4 tahun lalu, tim Tango harus berjibaku dengan Jerman hingga adu penalti, kali ini mereka langsung rontok di waktu normal. 4-0. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai skor ini. Sesak, sedih, kesal, emosi bisa jadi campur aduk menjadi satu untuk para fans-fans Argentina. Terlalu menyedihkan bahkan.

Saya mencoba merumuskan, apa yang sebenarnya terjadi dengan Argentina. Juara dunia 2 kali ini hanya menjadi bulan-bulanan Panser Muda Jerman. Sekali lagi Diego Maradona harus rela dikalahkan Jerman, seperti apa yang terjadi di final Piala Dunia 1990. Berikut hal-hal yang dianggap menjadi penyebab Argentina hancur di tangan Jerman dan gagal di Piala Dunia:

1. Gelandang tengah. Mungkin saya juga akan pusing tujuh keliling jika harus memilih apakah harus memainkan Tevez atau Aguero, atau memilih antara Higuain dan Milito. Akan tetapi, sepakbola adalah permainan kolektifitas tim. Keseimbangan antara menyerang dan bertahan harus dijaga sebaik mungkin selama pertandingan. Dengan 4-3-3, Dios Diego Maradona memainkan Angel Di Maria dan Maxi Rodriguez sebagai gelandang (tengah). Suatu peran yang agak tabu mungkin bagi kedua pemain yang berposisi sayap dan bernaluri menyerang jika harus membantu merangkai serangan dan turun hingga ke jantung pertahanan. Tidak hadirnya Cambiasso bisa jadi krusial. Memang, belakangan diketahui bahwa Cambiasso tidak dipanggil lantaran berseteru dengan Juan Sebastian Veron. Anehnya, Diego tidak jua memainkan Veron di pertandingan melawan Jerman.

Mascherano yang berperan gelandang tengah, seakan 'ditinggal' sendirian di posisi tersebut, karena memang Di Maria dan Maxi tidak cocok bermain sebagai gelandang tengah. Veron mungkin akan lebih cocok bermain mendampingi Mascherano di tengah. Hasilnya? Scweinsteiger, Ozil, Khedira, trio gelandang Jerman ini bermain begitu bebas di area pertahanan Argentina. Sering sekali Argentina kecolongan melalui gol-gol serangan balik akibat terlambat turunnya 3 gelandang Argentina.

2. Ariel Garce. Nama bek Colon ini mungkin agak asing di telinga anda. Ya, memang. Ia dipanggil Diego Maradona lantaran sang pelatih bermimpi memenangkan Piala Dunia 2010 beberapa saat sebelum Piala Dunia dimulai. Dan di mimpinya Diego hanya mengingat nama Ariel Garce yang berada di skuadnya. Bagaimana dengan nama-nama seperti Pablo Zabaleta, Fabricio Coloccini, dan Javier Zanetti?

3. Kebobolan di menit awal. Tidak ada yang lebih 'menggoyang' mental bertandanding selain gol di menit-menit awal. Sejak dibobol Thomas Muller di menit ke-3, Argentina seakan kehilangan ritme permainan. Tiap pemain bermain individualistis, kecuali Messi yang memang selalu ingin menggiring bek-bek lawan untuk membuka ruang bagi Tevez dan Higuain. Belum lagi bek-bek yang begitu mudah dieksploitasi oleh barisan depan Jerman.

4. Diego Maradona bukan pelatih yang baik. Saya sepenuhnya percaya terhadap komentar Pele tentang Maradona yang ia anggap bukan pelatih yang baik. Maradona adalah legenda hidup Argentina, panutan anak-anak penggila sepakbola yang bermain di jalanan, bahkan Tuhan, sebuah gereja menganggap Diego Maradona adalah sosok yang pantas dipuja berkat sihirnya di lapangan hijau saat masih menjadi pemain. Namun, ketika berprofesi sebagai pelatih sepakbola lain ceritanya. Maradona tentu hanya menggunakan pengalamannya sebagai pemain untuk mengaplikasikan taktiknya di lapangan, ditambah dengan masukan-masukan dari asisten pelatih atau mungkin justru lebih banyak sang asisten yang memberi masukan bagi penampilan Lionel Messi dkk. Ia tidak sepenuhnya paham mengenai pola-pola permainan, terbukti dengan poin 1 pertama yang saya telah jelaskan. Pemain pun diseleksi secara random. 100 pemain telah dipanggil pada babak kualifikasi. Diego Maradona adalah legenda hidup. Cukup sebagai legenda hidup, el Dios!

Sabtu, 26 Juni 2010

Asia Rasa Lokal

Beberapa hari lalu saya melihat teman saya di situs microblog Twitter 'berkicau', "Jangan taruhan di Piala Dunia kali ini, skornya susah ketebak!". Kalau dirasa-rasa benar juga adanya. Siapa yang mengira 2 wakil Asia, Jepang dan Republik Korea lolos dari hadangan tim-tim kuat macam Nigeria, Yunani, Denmark, dan Kamerun? Nyatanya mereka mampu mengalahkan semua prediksi dan lolos ke babak 16 besar Piala Dunia untuk pertama kalinya sejak 2002 yang berlangsung di rumah mereka sendiri.

Keberhasilan mereka mencapai babak kedua Piala Dunia kali ini tidak terlepas tangan dingin pelatih lokal mereka, yakni Takeshi Okada (Jepang) dan Huh Jung-Moo (Korea).



Takeshi Okada, pelatih yang juga membawa Jepang lolos ke Piala Dunia 1998 di Prancis ini kembali melatih tim Negeri Matahari Terbit sejak 2007 menggantikan Ivica Osim yang mundur dari kursi kepelatihan karena menderita stroke. Prestasi terbaiknya adalah ketika ia terpilih menjadi pelatih terbaik J-League musim 2003 dan 2004 menyamai pencapaian Arsene Wenger dan Osvaldo Ardiles, 2 pelatih legendaris yang juga pernah merasakan atmoster J-League pada medio 1990-an. Di Piala Dunia nya yang kedua kali ini ia memiliki 'senjata' macam Keisuke Honda yang telah membuktikan sebagai calon bintang Jepang di Piala Dunia kali ini, juga Yasuhito Endo, pemain terbaik Asia 2009, Marcus Tulio Tanaka, bek kelahiran Brazil yang selalu tampil spartan di setiap pertandingannya. Belum lagi nama-nama macam Makoto Hasebe, Daisuke Matsui, Takayuki Morimoto, Shunsuke Nakamura yang berhasil menancapkan kuku di liga-liga Eropa. Dengan modal pemain-pemain macam mereka, rasanya bukan tidak mungkin Nippon mampu membuat sejarah baru, yakni lolos ke perempat final Piala Dunia. Tapi, jangan lupa, masih ada La Albirroja Paraguay yang siap menghadang langkah mereka.



Setelah bertahun-tahun sepakbola Korea 'dijajah' oleh meneer-meneer Belanda, kali ini mereka mencoba peruntungan dengan menunjuk pelatih lokal, Huh Jung-Moo. Jika berbicara prestasi Korea di Piala Dunia, rasanya kita akan selalu ingat tahun 2002 saat mereka berhasil menembus semifinal setelah menumbangkan raksasa Eropa, Italia dan Spanyol. Guus Hiddink dianggap dewa di Negeri Ginseng tersebut. Lalu, seakan-akan tersihir oleh sentuhan tangan dingin Hiddink, Korea mempercayakan tampuk kepelatihan ke Dick Advocaat dan Pim Verbeek. Namun keduanya gagal mengulangi pencapaian Hiddink yakni menembus 4 besar Piala Dunia. Kini, di tangan Huh Jung-Moo, Korea mampu lolos ke babak 16 besar Piala Dunia 2010. Pelatih yang terkenal dengan tendangan taekwondo nya ke paha Diego Maradona di Piala Dunia 1986 itu mampu mengembalikan kepercayaan diri Ksatria Taeguk dan bersama Park Ji-Sung, Park Chu-Young, Lee Chung-Yong dkk mereka berkesempatan mengulangi prestasi 2002, yakni menembus 4 besar Piala Dunia. Namun, Uruguay berdiri kokoh untuk menghalangi ambisi mereka tersebut.

Rasa lokal tidak terlalu buruk kan?

Senin, 21 Juni 2010

Piala Dunia, Kejutan dan Kebanggaan



Saya menulis ini hanya beberapa menit setelah pertandingan antara Portugal melawan DPR Korea yang berakhir dengan mengenaskan untuk DPR Korea, 7-0. Namun saya tidak akan membahas / dikejar deadline untuk menyerahkan laporan pertandingan.

Saya sedang terkagum-kagum dengan Piala Dunia ini. Betapa tidak, di tiap grup telah terjadi peristiwa-peristiwa mengejutkan. Mulai dari tumbangnya Prancis dari Meksiko di grup A, Republik Korea mampu mengalahkan juara Eropa 2004 pada partai perdananya di grup B. Di grup C dan D Inggris dan Jerman belum mampu tampil konsisten padahal keduanya merupakan favorit untuk menjadi juara pada perhelatan kali ini. Sementara Jepang dan Selandia Baru berhasil muncul diantara gempitan raksasa seperti Belanda dan Italia di grup E dan F. Dan 2 kejutan paling pamungkas hadir datang dari DPR Korea dan Swiss. DPR Korea, tim misterius dari Asia Utara ini mampu bermain tanpa dosa saat melawan Brazil di pertandingan pertama. Brazil hanya mampu menang dengan margin 1 gol. Sebuah prestasi? Tentunya. Terlebih bagi negara berperingkat FIFA terendah di Piala Dunia 2010 ini. Kemudian, di grup H, Swiss menggulingkan Spanyol di pertandingan pertama. Berita menggemparkan yang kemudian membuat editor media-media cetak memasang tulisan mencengangkan, karena salah satu favorit juara, Spanyol takluk 1-0. Kejutan, kejutan, dan kejutan.

Ya, Piala Dunia memang identik dengan kejutan. Ibaratnya, kejutan adalah bumbu yang membuat Piala Dunia semakin menarik untuk ditonton, dan kita akan selalu 'ketagihan' untuk menunggu-nunggu kejutan apa lagi yang akan terjadi di Piala Dunia kali ini.

Kamerun dan Senegal pernah membuat sejarah dengan menjungkalkan Argentina dan Prancis yang notabene juara bertahan pada edisi 1990 dan 2002. Dunia seakan terbelalak. Tercengang. Afrika yang biasanya identik dengan busung lapar dan praktek perbudakan kini mulai dianggap salah satu kekuatan dalam peta sepakbola. Ghana, Nigeria, Afrika Selatan, Kamerun menjadi representatif dari benua hitam. Tapi sayang Kamerun harus menjadi tim pertama yang resmi tersingkir dari Piala Dunia 2010 ini. Mereka gagal bersaing dengan Belanda, Denmark, dan Jepang. Mungkin saja 4 tahun lagi kita akan menyaksikan tim nasional Ethiopia di layar kaca, berbaris menyanyikan lagu kebangsaan mereka dengan dada tegap dan wajah-wajah emosional sebelum bertanding. Ya, Ethiopia akan menjadi salah satu negara peserta Piala Dunia 2014 di Brazil, siapa yang tahu?

Adalah sebuah hal yang lazim jika semua tim ingin berprestasi dalam keikutsertaannya di Piala Dunia. Tidak ada cara lain untuk membayar perjuangan mereka selama kualifikasi selain berjuang mati-matian di setiap pertandingan. Kekuatan sepakbola makin terasa 'adil'. Brazil, Argentina, Spanyol, Jerman, tidaklah absolut. Karena tidak ada tim yang superior. Di pertandingan sebelumnya bisa saja tim tersebut bermain cemerlang, namun tidak ada yang menjamin mereka mampu mengulangi permainan cemerlang mereka di pertandingan berikutnya.

Piala Dunia adalah perjuangan. Martabat, harga diri bangsa dipertaruhkan. Di dada 11 pemain yang bertarung di lapangan melekat erat lambang supremasi sepakbola negara mereka. Ada suatu nilai yang tidak bisa dilecehkan, yaitu kebanggaan menggunakan lambang tersebut dan memperjuangkannya adalah perjuangan yang lebih berat lagi. Tidak ada negara yang mau mengalah. Tidak ada tim yang ingin pulang lebih awal.

Jumat, 04 Juni 2010

Inggris juara dunia, bisakah?


Adalah nama-nama seperti Bobby Moore, Geoff Hurst, dan Charlton bersaudara (Bobby dan Jack) yang berhasil memenangkan hati jutaan rakyat Inggris dengan menyabet trofi Jules Rimet (trofi lama Piala Dunia) setelah mengalahkan Jerman Barat dengan skor 4-2 lewat perpanjangan waktu. Dan hattrick Geoff Hurst kala itu merupakan salah satu momen terbaik yang pernah tercipta di stadion Wembley. Hingga kini, jutaan rakyat Inggris masih menanti-nanti momen tersebut akan terulang.

Kita percepat waktu hingga 44 tahun, dimana kita telah berada di tahun 2010 dan Piala Dunia (PD) akan kembali diselenggarakan FIFA dan bertempat di Afrika Selatan. Dan Inggris sekali lagi diunggulkan untuk meraih juara dunia bersama Brazil dan Spanyol. Apa pasalnya? Mereka akan diperkuat Wayne Rooney, Frank Lampard, Steven Gerrard, dan John Terry yang merupakan pemain-pemain kelas atas dunia yang disejajarkan dengan Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Franck Ribery, Kaka, dll. Dan mereka akan dilatih oleh Fabio Capello, pelatih dengan sederet gelar di curriculum vitae nya bersama AC Milan, Real Madrid, Juventus, dan AS Roma. Tentu sudah cukup untuk membuat lawan 'jiper'.

Saya mencoba merumuskan hal-hal yang harus Inggris lakukan untuk dapat menjadi juara dunia. Berikut ulasannya:

1. Wayne Rooney. Torehan 30 gol nya bersama Manchester United sangat diharapkan bisa terulang di PD 2010. Dan salah satu kunci banyaknya gol yang dicetak Rooney musim lalu adalah assist Antonio Valencia. Hampir dari setengah jumlah gol yang dicetak Rooney berasal dari umpan-umpan matang Valencia. Di timnas, tinggal bagaimana Fabio Capello memaksimalkan peran sayap-sayap Inggris untuk menyuplai Rooney dengan bola-bola yang matang dan siap dikonversi menjadi gol oleh Rooney.

2. Gelandang bertahan. Memiliki Steven Gerrard dan Frank Lampard dalam satu barisan lapangan tengah adalah sebuah anugerah, namun bisa juga menjadi sebuah bencana. Pasalnya keduanya merupakan gelandang-gelandang bertipe attacking midfielder, mereka lebih bernaluri menyerang, dan kurang cocok dimainkan sebagai gelandang bertahan. Kurang fitnya kondisi Gareth Barry membuat Don Fabio harus memutar otak untuk mendapatkan formula yang tepat menempatkan gelandang bertahan yang cocok dengan skema yang ia terapkan. Ada nama-nama seperti Michael Carrick, Tom Huddlestone, dan James Milner yang biasa berperan sebagai gelandang tengah di klubnya masing-masing.

Michael Carrick, gelandang bertahan MU ini memiliki visi permainan yang cemerlang, ia sering menemukan celah-celah tidak terduga bagi pemain lain. Namun kekurangannya adalah kecepatan, determinasi, dan sering melakukan blunder, sehingga Don Fabio pun akan berpikir ulang untuk memainkannya dalam pertandingan-pertandingan krusial.

Tom Huddlestone, memiliki tubuh tegap, dan fisik mumpuni sebagai gelandang bertahan. Passing-passingnya cukup akurat, namun minim pengalaman. Apa jadinya jika ia harus menghadapi gelandang-gelandang macam Kaka, Xavi, Bastian Schweinsteiger dll yang memiliki skill kelas atas dan berteknik tinggi tersebut?

James Milner, fisiknya kuat, petarung ulung. Hanya saja ia baru berperan sebagai gelandang tengah di paruh kedua musim lalu, yang bukan merupakan posisi aslinya. Ia diprediksi akan kesulitan memainkan peran gelandang bertahan yang diharapkan Fabio Capello karena ia belum pernah memainkan peran tersebut di bawah asuhan Don Fabio. Tapi, siapa yang tahu?

3. Adu penalti. Momok terbesar Inggris, dan sudah menjadi rahasia umum bahwa Inggris seringkali gagal karena harus memainkan pertandingan hingga adu penalti. Diantaranya PD 1990, PD 1998, dan PD 2006. Juga ajang lain seperti Euro 1996, dan Euro 2004.

4. Krisis kepemimpinan.
Sejak John Terry terjerat skandal, praktis rakyat Inggris kehilangan simpatinya terhadap kapten Chelsea tersebut. Pencopotan ban kapten pun tidak terelakkan. Dan naasnya, pemain yang didapuk sebagai kapten baru, Rio Ferdinand malah mengalami cedera di sesi latihan, dan terancam gagal meng-kapten-i Inggris di PD 2010. Sepeninggalnya, ban kapten diisukan akan disematkan ke Steven Gerrard, Wayne Rooney dan Frank Lampard. Namun berita ini menjadi kendala karena Inggris seakan kebingungan mencari sosok pemimpin di lapangan yang tepat.

5. Kiper.. Adakah dari nama-nama ini yang anda anggap sebagai kiper kelas dunia? : David James, Joe Hart, Robert Green. Ya, kenyataannya Don Fabio hanya memiliki 3 kiper 'lokal' ini untuk bisa membela Inggris di PD 2010.

6. Lawan besar. Saya tidak menggolongkan grup Inggris sebagai grup yang mudah, karena buktinya Slovenia, AS, dan Aljazair adalah tim-tim yang memiliki kolektivitas tinggi dan kerjasama tim yang apik. Namun, biasanya selepas fase grup dan berhadapan dengan lawan yang lebih besar dibanding fase grup, Inggris seakan kaget. Mereka 'dipaksa' memainkan sepakbola terbaik mereka. Lawan-lawan seperti Brazil, Argentina, Jerman, Spanyol adalah tim yang siap melakukannya untuk Inggris, tinggal bagaimana kesiapan Inggris menghadapi mereka.

7. Pemain cadangan.. Siapkah Matthew Upson, Tom Huddlestone, Shaun Wright-Phillips, Jermain Defoe, beserta pemain cadangan lain untuk membuktikan bahwa mereka layak memperkuat Inggris di kesempatan besar seperti PD?

Mereka memang layak menjadi juara, tapi bisakah?

Minggu, 30 Mei 2010

Piala Dunia = Lebaran


Setiap agama tentu memiliki hari raya / hari besarnya masing-masing. Tiap hari raya pasti dirayakan secara meriah oleh penganutnya. Mereka bakal berbaur dengan siapapun, bahkan yang bukan dengan keluarganya sekalipun, karena larut dalam euforia hari raya.

Piala Dunia (PD). Ajang sepakbola internasional paling ditunggu seantero dunia ini saya anggap adalah sebuah 'lebaran'. Lebaran / hari raya adalah hari yang begitu suci dan ditunggu. Kita tentu tau lagu lebaran (Idul Fitri) yang berlirik:

Baju baru...alhamdulillah
Tuk dipakai...di hari raya
Tak punya pun...tak apa-apa
Masih ada baju yang lama


Lirik lagu tersebut tentu menggambarkan betapa baju baru adalah suatu hal begitu sakral pada setiap lebaran. Entah mengapa tradisi tersebut sudah berlangsung turun temurun, khususnya bagi kalangan menengah ke atas. Jika di PD, semua tim peserta telah disediakan kostum baru oleh sponsor apparel mereka. Tujuannya selain bisnis, tentu secara falsafah akan membawa spirit tersendiri bagi tim yang menggunakannya. Meksiko pada PD '98 di Prancis bahkan menggunakan motif suku Aztec demi mendapatkan spirit para leluhurnya. Kostum baru juga pasti akan membawa semangat baru bagi pemain yang bertarung di lapangan. Kemudian, lebaran tidak hanya identik dengan baju baru. Yang paling sering kita lihat/alami dari lebaran tiap tahun adalah perayaannya yang begitu meriah. PD selalu disambut meriah dimanapun, bahkan hingga negara-negara yang tidak menyelenggarakan PD pun ikut memeriahkannya. Dari mulai acara nonton bareng hingga penjualan merchandise yang berbau PD.

Saya masih ingat betul pada saat PD 2006 di Jerman lalu, saya masih aktif menggunakan akun Friendster saya, yang (sejujurnya) teman-teman saya didominasi oleh kaum hawa :D . Di kolom 'who I want to meet' mereka diisi dengan pemain-pemain yang notabene belum terkenal pada saat itu, hanya bermodalkan tampang yang bisa meluluhkan iman mereka. Sebut saja Andrea Barzagli, Bastian Schweinsteiger, Lukas Podolski, Tranquillo Barnetta. Mereka disebut dalam kolom tersebut. Dan saya langsung berpendapat, kalo bukan karena PD, mereka ga bakal tau tuh pemain-pemain bola.

Tanpa PD, mana mungkin Brazil akan dipertemukan dengan Korea Utara. Mungkin bisa di pertandingan friendly, tapi gengsinya tentu jauh berbeda dibandingkan di PD. Mana mungkin Selandia Baru bertemu Italia, atau Belanda bertanding dengan Kamerun, Jerman beradu fisik dan otot dengan Ghana, kalau bukan dipertemukan oleh PD. Begitu juga lebaran, banyak dari kita yang sangat jarang bertemu sanak saudara yang kebanyakan berada di kampung halaman. Tapi karena lebaran, akhirnya kita dapat bertemu kembali setelah sekian lama, dan dapat saling berbagi kebahagiaan.

Nikmatnya sebuah silaturrahmi dalam skala yang begitu besar.

Jumat, 28 Mei 2010

Kisah Dongeng Los Galacticos


Memang unik jika kita berbicara mengenai si 'Putih' ini. Tim berlabel megabintang berlapis jutaan euro ini gagal meraih secuil tropi pun musim 2009/2010. Apa yang salah? Pasti itulah pertanyaan kita jika melihat pencapaian Real Madrid.

Sejak Florentino Perez kembali terpilih menjadi presiden Real Madrid, ia dengan pasti akan membangun Los Galacticos jilid II. Berkaca pada kesuksesan Los Galacticos jilid I yang dihuni Luis Figo, Zinedine Zidane, Ronaldo, David Beckham dll, ia memiliki keyakinan bahwa proyek besarnya ini akan kembali mendulang sukses. Sebagai langkah awal, ia merekrut Manuel Pellegrini, pelatih asal Cile yang memiliki filosofi permainan dengan mengandalkan passing-passing pendek dari sisi ke sisi permainan, yang sukses ia terapkan di Villareal selama kurang lebih 4 musim. Lalu, perekrutan jor-jorannya menyusul. Raul Albiol, Alvaro Arbeloa, Xabi Alonso, Cristiano Ronaldo, Kaka, Karim Benzema ditransfer dengan harga-harga yang fantastis, terlebih CR9 yang ditarik dari Manchester United dengan harga 80 juta poundsterling! Sungguh harga yang tidak masuk akal.

Setelah semua lini mendapat amunisi baru, tiba saatnya untuk mengurangi jumlah awak. Arjen Robben, Gabriel Heinze, Wesley Sneijder, Ruud van Nistelrooy semua dilepas dengan alasan tidak cocok dengan skema yang dijalankan Manuel Pellegrini dan skuad sudah terlalu gemuk. Yang lebih ironis, Sneijder dan Robben berhasil melakukan 'comeback' sempurna dengan tampil di final Liga Champions di Santiago Bernabeu dan seakan membuktikan bahwa adalah salah menjual keduanya.

Kalah dari Alcorcon 4-0 di Piala Raja, 2 kali kalah dari rival abadi Barcelona dan kegagalan merebut titel La Liga. Kaka tidak mampu bermain seapik di AC Milan, Karim Benzema kalah mentereng dibanding Gonzalo Higuain, Cristiano Ronaldo bermain memukau, namun tetap gagal menyelamatkan muka Real Madrid di La Liga. Bagai seorang yang menderita penyakit komplikasi. Presiden panik dan menghardik anak buahnya.

Buntutnya, Manuel Pellegrini semakin santer diberitakan bakal digantikan Jose Mourinho, pelatih yang baru saja memenangkan treble bersama Internazionale. Ibarat pengusaha kalah dalam persaingan bisnis, Florentino Perez kembali berjudi dengan membeli barang modal baru, yakni the Special One dari Giuseppe Meazza demi melengkapi missing link yang selama ini belum tersambungkan oleh Manuel Pellegrini. Mou - panggilan Jose Mourinho juga dikabarkan akan mengajak Maicon, Wesley Sneijder, dan Diego Milito ke Bernabeu. Mereka adalah aktor-aktor dibalik sukses Inter meraih tripletta musim 2009/2010.

Saya tidak menyalahkan keputusan pemecatan Manuel Pellegrini, namun musim ini Real Madrid sebenarnya mampu tampil apik, bahkan mereka adalah tim dengan pencapaian gol terbanyak musim ini, mengalahkan sang juara Barcelona. Pellegrini adalah pelatih yang berkualitas, terbukti ia mampu membawa tim antah berantah macam Villareal menembus 4 besar Liga Champions musim 2005/2006. Ia tidak sepenuhnya salah dalam kegagalannya membawa Real Madrid meraih tropi musim ini. Banyak faktor yang menyebabkan Real Madrid gagal, inkonsisten adalah salah satunya. Mereka dikalahkan 4-0 oleh tim divisi III Alcorcon pada ajang Piala Liga.

Akan semakin lucu nantinya jika mereka benar-benar akan merekrut the Special One, karena semakin terlihat mereka seperti kebakaran jenggot melihat Barca yang dengan mudahnya mendulang trofi La Liga ke Nou Camp atau melihat Jose Mourinho yang dengan mudahnya memenangkan Liga Champions bersama Internazionale dengan mengalahkan Chelsea, Barcelona, dan Bayern Munchen. Dan mereka ingin secepatnya meraih trofi-trofi itu musim depan dibawah asuhan Mou. Sungguh...terlalu

Minggu, 23 Mei 2010

10 Fakta Final Liga Champions 2010



Berikut merupakan 10 fakta yang terjadi saat final Liga Champions mempertemukan Bayern Munchen dan Internazionale :

1. 4 - terdapat 4 mantan pemain 'penghuni' Santiago Bernabeu, yakni Walter Samuel, Esteban Cambiasso, Wesley Sneijder dari Inter, dan Arjen Robben dari Bayern Munchen.

2. 3 - Diego Milito menjadi pemain Argentina ke-3 sepanjang sejarah yang mampu mencetak 2 gol di final setelah Hernan Crespo dari AC Milan (2005) dan Rial dari Real Madrid (1956).

3. 2 - terdapat 2 pemain muslim yang bermain pada final Liga Champions 2009-2010, yakni Halil Altintop (Bayern Munchen) dan Sulley Ali Muntari (Inter Milan).

4. 4 - Samuel Eto'o mengikuti jejak Gerard Pique (Manchester United 2008, Barcelona 2009), Paulo Sousa (Juventus 1996, Dortmund 1997), dan Marcel Desailly (Marseille 1993, AC Milan 1994) yang memenangkan 2 trofi Liga Champions 2 musim berturut-turut dengan 2 klub yang berbeda.

5. 11- Samuel Eto'o menjadi pemain ke 11 yang berhasil memperoleh 3 trofi Liga Champions. Hanya Clarence Seedorf yang mempunyai rekor dengan 4 trofi Liga Champions.

6. 8 - Bayern Munchen telah memainkan 8 final Liga Champions sepanjang sejarahnya. Mereka memenangkannya 4 kali dan juga kalah 4 kali.

7. 1 - Inter hanya memainkan 1 pemain Italia pada final kali ini, Marco Materazzi.

8. 2 - Jose Mourinho memenangkan 2 titel Liga Champions dengan 2 klub berbeda, Porto (2004) dan Internazionale 2010. Ia mengikuti jejak Ottmar Hitzfield (Dortmund 1997, Bayern 2001).

9. 7 - final kali ini merupakan final ke-7 yang berakhir dengan skor 2-0.

10. 10 - Inter menjadi klub ke-10 sepanjang sejarah yang mampu meraih treble, juara liga, piala liga, dan Liga Champions.


Sumber : Opta, Infostrada Sports, dan analisa pribadi :)

Kamis, 20 Mei 2010

Welcome back, Dorian!



Jika Liga Inggris mempunyai Tottenham Hotspur sebagai kontestan kejutan Liga Champions untuk musim depan, Liga Italia juga mempunyai nama kejutan untuk dikedepankan, siapa lagi kalau bukan Sampdoria.

Tim besutan Luigi Del Neri ini berhasil finis di posisi 4, spot terakhir untuk peserta Liga Champions. Mereka berhasil menyingkirkan Palermo, Juventus, dan Napoli dalam perburuan tempat di Liga Champions musim depan.

Il Samp, begitu mereka dijuluki, pernah menjadi raksasa di Italia pada musim 1990/1991 saat mereka menjadi juara Liga Italia. Saat itu mereka bermaterikan pemain seperti Gianluca Pagliuca, kiper legendaris Italia, Srecko Katanec, yang pernah menjadi pelatih Slovenia di Euro 2000, Roberto Mancini, pelatih Manchester City, Gianluca Vialli, dan Sinisa Mihajlovic. Talenta-talenta tersebut berhasil dimaksimalkan Vujadin Boskov, allenatore asal Yugoslavia yang juga berhasil memoles Real Madrid, AS Roma, dan timnas Yugoslavia sendiri. Dan salah satu prestasi yang tidak bakal terlupakan adalah saat mereka berhasil menembus final Liga Champions musim 1990/1991. Final kala itu mempertemukan mereka dengan raksasa Spanyol, Barcelona yang saat itu diasuh Johan Cruyff yang menampilkan total voetbal ala Belanda. Sampdoria yang tampil sporadis dan spartan berhasil membuat Barca kesulitan mengembangkan permainan. Lini tengah mereka dikontrol oleh gelandang asal Brazil, Cerezo. Lini depan mereka begitu tajam dengan duet Mancini - Vialli. Sedangkan, lini belakang mereka dihuni Pietro Vierchowood dan Srecko Katanec. Namun saat pertandingan memasuki extra time, mereka tumbang oleh 'tendangan geledek' Ronald Koeman. Mereka pun gagal mengawinkan gelar liga dengan Liga Champions. Meski kalah, mereka tetap berbangga hati, karena pada saat itu mereka berhasil 'menggantikan' the Dream Team, AC Milan di final Liga Champions, karena AC Milan kala itu merupakan tim paling menakutkan di seantero Eropa.

Musim depan, mereka akan kembali ke pentas Liga Champions. Kali ini yang akan menjadi punggawa-punggawanya adalah Antonio Cassano, Gianpaolo Pazzini, Angelo Palombo, dan Luca Castelazzi. Namun, perjalanan mereka tidak akan ditemani Luigi Del Neri, sang allenatore yang berhasil membawa mereka sampai sejauh ini. Luigi Del Neri akan menangani Juventus, tim yang notabene mereka gagalkan langkahnya untuk menembus Liga Champions musim depan.




Rabu, 12 Mei 2010

Final Pertama Liga Eropa






Liga Eropa (Europa League) malam ini (13/5) akan menggelar partai final pertamanya dalam sejarah di Stadion HSH Nordbank Arena, Hamburg. Lakonnya adalah 'Los Rojiblancos' Atletico Madrid dan 'the Cottagers' Fulham. Delegasi Spanyol dan Inggris ini akan bentrok demi mengamankan trofi pengganti UEFA Cup ini. Meski banyak dianggap sebagai kompetisi kasta kedua di Eropa, tapi laga ini masih menyimpan gengsi yang tinggi, karena pemenangnya akan dicatat sejarah sebagai pemenang pertama dalam sejarah kompetisi yang dulu bernama UEFA Cup ini.

Atletico Madrid berhasil menyingkirkan beberapa nama besar seperti wakil Turki, Galatasaray, Sporting Lisbon, Valencia, dan yang terakhir juara 5 kali Liga Champions asal Inggris, 'the Reds' Liverpool. Dibawah asuhan Quique Sanchez Flores, Atletico mampu menyuguhkan permainan cepat dari kaki ke kaki ala Spanyol. Bermotorkan duet Latin, Diego Forlan dan Sergio Aguero, memiliki sayap lincah macam Jose Antonio Reyes dan Simao Sabrosa, mereka memang pantas diunggulkan, belum lagi mereka diperkuat pemain-pemain macam Jose Jurado, Tomas Ujfalusi, dan Paulo Assuncao yang memiliki mobilitas dan determinasi tinggi, membuat Atletico semakin lengkap dari lini ke lini.

Keunggulan teknik Atletico akan diimbangi oleh kolekitivitas tim ala Fulham. Wakil Inggris yang ditangani Roy Hodgson ini diluar dugaan mampu menumbangkan nama-nama besar seperti Juventus, Wolfsburg, dan Hamburg SV. Roy Hodgson adalah pelatih yang sarat pengalaman. Ia pernah membawa Internazionale ke final UEFA Cup musim 1996/1997, dan menukangi tim-tim seperti Udinese, Blackburn Rovers, dan tim nasional Finlandia. Ia sukses meracik Fulham yang sempat terancam degradasi, dan kini tampil menawan dan melaju hingga final Liga Eropa. Bermaterikan pemain-pemain seperti Mark Schwarzer, Danny Murphy, Damien Duff, dan Bobby Zamora, mereka menjadi tim yang mampu bermain apik dengan mengandalkan kombinasi bola-bola panjang dan permainan sayap yang cepat. Menghadapi partai final, mereka sempat didera berbagai masalah cedera pemain intinya, seperti Damien Duff dan Bobby Zamora, namun mereka tentu memiliki motivasi berlebih untuk mengalahkan segala prediksi yang lebih menjagokan Atletico Madrid.

Beberapa duel yang akan menjadi kunci malam ini :

Brede Hangeland vs Diego Forlan : Bek jangkung asal Norwegia ini dipastikan akan mendapat tugas berat untuk menghadang laju penyerang Atletico Madrid, Diego Forlan. Memiliki keunggulan di udara, Hangeland diprediksi akan kewalahan untuk mengawal Forlan yang memiliki kecepatan dan tendangan kaki kiri yang keras.

Danny Murphy vs Raul Garcia : Mantan gelandang Liverpool ini sangat mumpuni dalam mengatur tempo permainan tim. Ia juga piawai dalam mengeksekusi bola-bola mati. Kelihaian Murphy akan dihadapi oleh teknik tinggi Raul Garcia. Gelandang Atletico Madrid tersebut terbukti ampuh mematikan gelandang-gelandang macam David Silva (Valencia) dan Steven Gerrard (Liverpool). Garcia juga akan menjadi pemain yang bakal menyuplai bola-bola ke kotak penalti untuk 'disantap' penyerang-penyerang Atletico.

Bobby Zamora vs Tomas Ujfalusi : Meski sempat diragukan tampil, Zamora diprediksi akan tetap turun untuk menambah daya serang Fulham. Ia akan menghadapi bek bertipe permainan keras asal Ceko, Tomas Ujfalusi. Bobby Zamora akan menggunakan keunggulannya di udara sebagai senjata melumpuhkan bek tangguh seperti Ujfalusi.

Mampukah Atletico 'menutup' kisah Cinderella Fulham? Atau Fulham kah yang justru membalikkan semua prediksi, dan membawa trofi Liga Eropa ke kota London? Mari kita tunggu.

Senin, 10 Mei 2010

Chelsea, sang mesin gol




Hanya satu kata yang mampu menggambarkan musim 2009/2010 bagi Chelsea, FANTASTIS! Klub London Barat milik taipan Rusia Roman Abramovich ini tampil luar biasa sepanjang musim dan berhak menggondol gelar juara Premier League yang ke-4 dalam sejarah klub. Semenjak ditangani Carlo Ancelotti, Chelsea seperti hidup kembali, mereka mampu menyuguhkan permainan menyerang nan indah dengan mengandalkan permainan umpan dari kaki ke kaki dengan cepat. Belum lagi, ujung tombak mereka Didier Drogba berhasil menyabet gelar topskor dengan 29 gol, menunjukkan betapa tajamnya ia di depan gawang lawan. Total, Chelsea berhasil menyarangkan 103 gol ke gawang lawan sepanjang musim! Dan mereka berhasil mematahkan rekor milik Manchester United yang pada musim 1999/2000 berhasil mencetak 97 gol dalam semusim. Namun, tahukah anda bahwa sepanjang musim ini Chelsea telah 4 kali menyarangkan 7 gol dalam satu pertandingan?

1. 7-2 vs Sunderland
2. 7-1 vs Aston Villa
3. 7-0 vs Stoke City
4. 8-0 vs Wigan Athletic

Dan bahkan jika jumlah gol Chelsea dibandingkan dengan jumlah gol 2 klub terbawah Liga Inggris, Portsmouth dan Hull City, rekor gol mereka masih lebih banyak karena 2 klub tersebut hanya berhasil menyarangkan 34 gol masing-masing. 3 hal yang menyempurnakan pesta mereka, juara Liga Inggris, mencetak 8 gol tanpa balas di kandang sendiri, dan mengantar Didier Drogba menjadi top skorer liga dengan 29 gol. Chelsea, mesin pencetak gol yang sempurna.

Jumat, 07 Mei 2010

Pekan Mendebarkan

Kencangkan sabuk pengaman anda, karena kita akan masuk ke pekan paling menentukan di daratan Eropa. 3 negara dengan liga terbesar, bahkan terbaik di dunia, yakni Inggris, Spanyol, dan Italia harus menentukan siapa yang berhak mendapat mahkota gelar juara liga. Berbeda dengan Liga Jerman, Belanda, dan Prancis yang telah lebih dulu mendapatkan pemenang sebelum liga berakhir, ketiga liga yang dikenal liga paling ketat itu masih harus melanjutkan perburuan gelar juara liga hingga pekan terakhir. Khususnya, Liga Inggris yang masih akan memainkan laga terakhir demi menentukan apakah Chelsea yang akan meraih gelar ke 4 dalam sejarah mereka, atau justru Manchester United mampu menyalip 'The Blues' untuk meraih trofi ke 19 sepanjang sejarah klub. Manchester United tentu berharap Wigan Athletic untuk bermain seperti saat Wigan mengalahkan Chelsea di pertandingan pertama dengan skor 3-1. Namun, tentu Chelsea mempunyai motivasi berlebih untuk merengkuh gelar juara mereka yang terakhir dapatkan pada musim 2005/2006 saat masih ditangani Jose Mourinho.

Jika di Inggris tinggal menyisakan 1 pertandingan, lain halnya dengan Liga Spanyol dan Liga Italia yang masih akan memainkan 2 pertandingan. Internazionale yang saat ini bertengger di puncak klasemen akan memainkan pertandingan krusial melawan Chievo Verona dan Siena demi memastikan gelar juara tetap berada di kota Milan. Terlebih, mereka akan memainkan final Liga Champions pada 22 Mei mendatang, tentunya memberikan pr tersendiri bagi Jose Mourinho untuk menjaga performa tim tetap berada di puncak permainan dan merengkuh treble winners, setelah pekan lalu mereka telah menggondol Coppa Italia berkat kemenangan 1-0 atas AS Roma. Sebaliknya, tim ibukota AS Roma akan berupaya semaksimal mungkin untuk merebut gelar juara dari tangan Internazionale, tentunya dengan cara memenangkan 2 pertandingan tersisa melawan Cagliari dan Chievo Verona. Jika mereka berhasil melakukannya, ini akan menjadi prestasi tersendiri mengingat Roma memulai musim dengan terseok-seok, sempat berada di peringkat 17. Namun, keadaan berbalik 180 derajat ketika 'the Tinker Man' Claudio Ranieri berhasil mengangkat mental juara AS Roma yang sempat terpuruk, dan kini membawa mereka berada di trek juara dengan Internazionale.

Yang terakhir tentu duel paling klasik di muka bumi, Barcelona vs Real Madrid. Perseteruan mereka mencapai titik nadir ketika kedua tim harus beradu cepat untuk berebut titel La Liga yang merupakan lambang supremasi mereka. Barcelona memang baru meraih titel sebanyak 19 kali, jauh mentereng dibanding seteru abadi mereka Real Madrid yang telah mengoleksi 31 titel La Liga, namun dalam 2 tahun terakhir mereka menunjukkan superioritas mereka sebagai tim terbaik di dunia dengan memenangkan 6 trofi dalam satu musim, suatu pencapaian fantastis! Dengan 2 pertandingan tersisa, mereka tentu akan berusaha untuk memburu kemenangan demi mendapatkan gelar juara ke 20 sepanjang sejarah mereka. Barca akan menghadapi Sevilla dan Valladolid, sementara Real Madrid akan berjibaku dengan Athletic Bilbao dan Malaga. Los Merengues tentu berharap banyak pada 'CR9' untuk tetap menjaga konsistensi permainannya dan membantu tim untuk menyalip Barca di puncak klasemen, mengingat performa luar biasanya saat Mallorca dengan mencetak hattrick tentu akan kembali ditunggu-tunggu publik Bernabeu.

Nah, tinggal kita para pecinta sepakbola yang berdebar-debar menunggu siapa yang akan menjadi juara sejati setelah melewati musim yang penuh drama, teka-teki dan melelahkan ini. Bagaimanapun, semua tim telah mengeluarkan seluruh energi yang mereka miliki selama semusim penuh, jadi meski ada tim yang gagal menyalip pimpinan klasemen, mereka telah berjuang dan patut mendapat apresiasi tinggi. Selamat berjuang!

Selasa, 04 Mei 2010

Senin, 03 Mei 2010

Kutukan Semi Final

Darren Fletcher musim lalu tampil gemilang saat membawa Manchester United menang 3-1 atas Arsenal pada semifinal Liga Champions musim 2008/2009. Namun, satu pelanggarannya terhadap Cesc Fabregas di kotak terlarang membuat wasit ketika itu, Roberto Rossetti langsung menunjuk titik putih, dan tanpa ampun mengeluarkan Flethcer dari lapangan hijau. Darren Flethcer mengikuti jejak Paul Scholes dan Roy Keane yang gagal tampil di partai puncak Liga Champions pada musim 1998/1999 akibat akumulasi kartu.

Dani Alves dan Eric Abidal dari Barcelona yang musim lalu menjadi lawan Manchester United di final Liga Champions juga mengalami nasib yang serupa. Mereka tampil apik dan konsisten dalam menjaga pertahanan Barcelona sepanjang kompetisi, namun mereka kehilangan kontrol saat Barcelona bertandang ke Chelsea dalam semifinal Liga Champions, akibat permainan kerasnya, mereka berdua diganjar kartu kuning dan akhirnya mereka hanya menjadi penonton pada saat timnya mengalahkan Manchester United 2-0.

Dan tahun ini, korban keganasan semifinal itu kembali memakan korban. Juga seperti tahun lalu, kedua tim yang saling berhadapan, sama-sama 'mengirimkan wakil' untuk tidak tampil di partai puncak Liga Champions. Mereka yang bakal menjadi penonton ketika timnya berjibaku di lapangan adalah Franck Ribery dan Thiago Motta. Thiago Motta sebelumnya pernah mencapai final kompetisi ini pada 2006 bersama Barcelona, namun ia tidak diturunkan pada partai final yang dimenangkan Barcelona tersebut dengan skor 2-1. Franck Ribery lebih naas lagi, pelanggarannya terhadap Lisandro Lopez yang berbuah kartu merah, memupuskan harapannya untuk tampil di final Liga Champions. Padahal, ini salah satu kesempatan emasnya untuk menampilkan kelihaiannya mengolah si kulit bundar, mengingat Ribery merupakan salah satu pemain yang disejajarkan dengan Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, dan Kaka karena mempunyai skill di atas rata-rata.

Kedua tim kini tengah mengupayakan agar pemain andalannya dapat tampil di partai final, meski nampaknya akan berjalan sia-sia, mengingat peraturan UEFA dibuat secara tegas dan tidak mempertimbangkan hal-hal yang sifatnya personal. Karena tim-tim sebelum mereka pernah mengajukan permohonan serupa, namun tidak berhasil, dan pemain yang terkena akumulasi tetap akan menjadi penonton di final.

Sabtu, 01 Mei 2010

Akankah Spurs Menembus Champions League?

Musim ini nampaknya bakal berakhir dengan drama. Bayangkan saja, bak lomba lari marathon yang mencapai ribuan mil, perjuangan Tottenham Hotspur, Aston Villa, Manchester City, dan Liverpool kini mencapai klimaks demi merebut tempat ke 4 yang menjadi tempat terakhir untuk mendapatkan tiket Liga Champions musim depan.

Spurs sempat memulai musim dengan kejutan, yakni ketika menang 2-1 melawan Liverpool di laga pembuka. Namun, memasuki pertengahan musim, performa Spurs mulai mengalami naik turun. Ditambah dengan badai cedera yang secara bergiliran menghantam skuad asuhan Harry 'Houdini' Redknapp membuat sang arsitek harus memutar otak untuk menjaga performa tim tetap konsisten. Dan kini, langkah Spurs berada di depan para saingannya hanya dengan keunggulan jumlah gol di atas Aston Villa. Meski pekan lalu (pekan ke-36) ditaklukkan juara bertahan Manchester United, dengan skor 3-1, dengan hanya 2 pertandingan tersisa, Spurs diprediksi bakal melahap semua lawan-lawannya yang notabene berada di papan bawah, yakni Bolton Wanderers dan Burnley yang sudah dipastikan terdegradasi ke divisi Championship.

Jika Spurs berhasil mempertahankan posisinya dari kejaran Aston Villa, Manchester City dan Liverpool, maka dapat dipastikan musim depan menjadi kali pertama dalam sejarah mereka tampil di kompetisi antarklub paling bergengsi di dunia tersebut. Dengan begitu, Spurs juga berhasil mematahkan dominasi the big four yang selama ini berjalan monoton setiap musimnya. Akankah mereka memupus ambisi Aston Villa, mengubur pundi-pundi Manchester City, dan menghentikan langkah Liverpool untuk berkompetisi di UCL musim depan?

Jumat, 30 April 2010

Keakraban Diego dan Liverpool



Semua pasti tahu Diego Forlan. Ya, ia baru saja menjadi pahlawan bagi Atletico Madrid di semifinal Europa League dengan mencetak gol di extra time saat bersua Liverpool. Namun, tahukah anda ia sudah memiliki keakraban dengan gawang Liverpool?

'Keakrabannya' dimulai saat ia menjebol gawang Liverpool 2 kali ke gawang Jerzy Dudek pada musim 2002/2003, ketika itu ia masih berbaju Manchester United. Forlan, yang ketika itu berstatus pemain lapis kedua bagi skuad Sir Alex Ferguson, tanpa disangka publik Manchester mampu menjadi pahlawan bagi Red Devils dan menggondol kemenangan 2-1 dari Anfield.

Nah, kita percepat waktu ke musim 2009/2010 yang sekarang sedang berjalan. Dan kita masuk ke semifinal Europa League yang mempertemukan Atletico Madrid dan Liverpool. Ya, pasti Diego Forlan sudah berseri-seri ketika melihat undian yang mempertemukan timnya dengan 'kawan lama'nya, Liverpool. Dan, terbukti, ia mencetak lagi-lagi 2 gol yang kali ini disarangkan ke gawang Pepe Reina. Masing-masing saat bermain di stadion Vicente Calderon, kandang Atletico Madrid dan ketika bersua di Anfield, kandang Liverpool. Meski kali ini kalah 2-1, namun golnya di extra time cukup untuk merebut tiket final Europa League untuk berjumpa dengan wakil Inggris lainnya, yakni Fulham.

Dan, betapa pentingnya menjaga keakraban dengan kawan lama.

Kamis, 29 April 2010

Pemutus Jalan Manchester United

Real Madrid, Bayern Munchen, FC Porto. Tahukan apa yang menjadi persamaan ketiga tim ini? Real Madrid pemenang Liga Champions 9 kali ini mengalahkan Manchester United di perempat final pada musim 1999/2000. Kemudian, Bayern Munchen menjadi juara pada musim 2000/2001 dengan jalan yang serupa, mengalahkan Manchester United di perempat final. Dan yang terakhir Porto juga 'memilih' jalan yang sama dengan menaklukkan Manchester United di perempat final sebelum mengangkat trofi pada musim 2003/2004.

Kini, final Champions League 2009/2010 akan mempertemukan Bayern Munchen yang telah menghentikan Manchester United di perempat final, layaknya musim 2000/2001. Mereka akan berhadapan dengan Internazionale yang diasuh Jose 'the special one' Mourinho yang juga pernah mengalahkan Manchester United di musim 2003/2004.

Apakah 'pemutus' jalan Manchester United akan terulang di final kali ini?

Rabu, 28 April 2010

van Gaal v Jose Mourinho

2 tim telah menancapkan benderanya di sebuah tempat sakral bernama Santiago Bernabeu. Kisah drama akan mencapai klimaks saat diesel-diesel Jerman yakni Bayern Munchen bertemu gerendel khas Italia yang diwakili Internazionale Milan bertarung untuk merebut titel Liga Champions yang prestisius. Final ke -54 ini akan mempertemukan kedua sosok yang notabene pernah bekerja sama di bawah panji Barcelona pada medio 1990-an akhir. Kala itu pelatih Bayern Munchen saat ini menjadi pelatih kepala Barcelona dan Jose MOurinho ditunjuk sebagai asisten pelatihnya setelah sebelumnya bekerja di bawah Sir Bobby Robson sebagai staf penerjemah. Keduanya tidak asing dengan atmosfer final Liga Champions. Louis van Gaal pernah menjadi orang yang membawa the young guns Ajax Amsterdam meruntuhkan dominasi dream team AC Milan pada pertengahan 1990-an dengan memenangkan final tahun 1995. Kala itu Ajax dihuni sederet pemain muda berbakat seperti Edwin van Der Sar, Edgar Davids, Clarence Seedorf, Patrick Kluivert, Marc Overmars, dll. Trofi tersebut begitu melegakan der Amsterdammer setelah merasakan puasa gelar prestisius tersebut selama 22 tahun terlebih lawan yang dikalahkan adalah AC Milan, pemenang final tahun sebelumnya.

Kemudian 9 tahun berselang, Jose Mourinho membawa FC Porto mengalahkan berbagi prediksi dengan membawa tim underdog tersebut merengkuh trofi kedua sepanjang sejarah klub. Dengan menyingkirkan nama besar seperti Manchester United dan Chelsea, ia sukses membawa Porto melenggang ke final dan menghajar AS Monaco yang diasuh Didier Deschamps dengan skor telak 3-0. Bermaterikan pemain lokal yang berbakat seperti Ricardo Carvalho, Paulo Ferreira, Deco, yang dipadukan dengan tenaga asing yakni Benny McCarthy, Derlei, Dimitry Alenitchev, Jose Mourinho seakan tahu memoles nama-nama tersebut mempunyai mental juara dan tahu bagaimana cara memenangkan pertandingan.

Kedua sosok jenius ini akan kembali bersua dan beradu otak untuk menasbihkan siapa juara Eropa di final ke-54 sepanjang sejarah ini. We'll see

Selasa, 20 April 2010

O Especial



He's the man. Inter would've been nothing without him.

Senin, 19 April 2010

Uang

Akhirnya papa datang, tapi sayang ga bawa uang seperti The Dance Company. Ga kok, gue ga punya uang, maksudnya adalah...akhirnya gue dateng lagi dan mengupdate blog yang sudah lama usang ini. Maaf udah banyak sarang laba-labanya ya.

Emotional game, not sexual game. Football