Senin, 18 April 2011

Arsenal oh Arsenal...


Arsenal akan tetap menjadi Arsenal yang sama, Arsenal yang menginjak pedal gas dalam - dalam di awal musim, lalu seperti kehilangan kendali untuk menghentikan lajunya sehingga kehilangan kontrol dan keseimbangan di pertengahan musim. Seperti sudah ditakdirkan, Arsenal terlihat begitu menakutkan di awal musim dengan gelontoran golnya ke gawang lawan, seperti kemenangan 6-0 atas Blackpool, atau dengan jumlah gol yang sama saat mereka menghancurkan Braga di Liga Champions. Tapi mereka terlihat begitu ringkih ketika harus menyerah dari West Brom dan Newcastle di kandang, dan ketika mereka disalip begitu mudahnya saat melakoni Derby London melawan Tottenham Hotspur yang mana mereka telah unggul 2-0 pada babak pertama, namun pada akhir laga kedudukan justru berbalik menjadi 3-2 bagi tim tamu. Belum lagi problem pelik macam cedera pemain yang silih berganti menghantui ruang ganti tim. Fabregas, Diaby, Fabianski, Nasri harus 'mengantri' untuk naik meja operasi.

Rollercoaster tidak berhenti disitu, Arsenal sempat jumawa ketika mereka berhasil menundukkan Chelsea pada akhir Desember, dan tentu yang tidak terlupakan adalah saat mereka menundukkan Barcelona di Emirates Stadium pada babak perdelapan besar Liga Champions. Kala itu permainan mereka disanjung setinggi langit, pemuda macam Jack Wilshere acapkali menjadi buah bibir karena permainannya yang menawan, Robin Van Persie seakan melakukan comeback yang sempurna di awal musim dingin karena jumlah golnya yang mengharuskan Marouane Chamakh menjadi penghangat bangku cadangan. Kemudian mereka berhasil mencapai final Piala Carling (lagi) setelah terakhir mencapainya pada musim 2006/2007. dan (lagi-lagi) mereka harus menyerah di partai puncak, kali ini lawannya...err.. Birmingham City, tim yang notabene sedang berjuang keluar dari zona merah Liga Inggris. Blunder Koscielny - Sczeszcny (maafkan spelling saya) di penghujung pertandingan mengharuskan Cesc Fabregas menunda debutnya mengangkat trofi sebagai kapten the Gunners. Apa yang salah dengan tim yang pada nyatanya memainkan sepakbola atraktif, bermaterikan pemain yang memiliki skill individu di atas rata - rata dan dilatih pelatih berpengalaman macam Arsene Wenger? Berikut beberapa faktor mengapa Arsenal akan tetap menjadi Arsenal:

1. Figur Pemimpin
Banyak yang menyesalkan kepergian Patrick Vieira ke Juventus setelah musim 2004/2005 berakhir. Pasalnya semenjak pensiunnya Tony Adams, Arsene Wenger belum menemukan figur yang cocok dijadikan pemimpin di lapangan selain Vieira. 2004/2005 juga merupakan musim perdana Francesc Fabregas Soler, bocah asal Spanyol berambut mullet yang 5 musim kemudian mendapat giliran mengemban tugas sebagai jenderal lapangan yang diharapkan membawa kembali masa kejayaan Arsenal seperti era Adams dan Vieira. Cesc Fabregas begitu saat ini kita mengenalnya, adalah gelandang tengah dengan visi permainan luar biasa, passing dan shootingnya sama akuratnya, namun cedera kerap kali menghambatnya menampilkan permainan terbaiknya. Dan ketika Fabregas absen, Arsenal bagai kehilangan induk semang. Song, Diaby, Wilshere, Nasri dan gelandang lain seakan kehabisan ide untuk membongkar pertahanan lawan. Namun, saya melihat peran Fabregas bukanlah sebagai pemimpin, ia lebih memberikan kekuatan psikologis kepada rekan-rekannya, karena Fabregas jarang berteriak mengatur seperti apa yang dilakukan Vieira, namun kehadirannya begitu dirasa memberikan kenyamanan bermain bagi skuad Wenger. Arsenal rindu sosok figur pemimpin, literally pemimpin macam John Terry di Chelsea atau Nemanja Vidic bagi Manchester United.

2. Mental dan inkonsisten
Bertahun - tahun lalu ketika Ashley Cola masih bermain di Arsenal, ia memiliki pelapis muda (pada saat itu) yakni Gael Clichy, yang digadang - gadang bakal menjadi pemain kunci bagi Arsenal di tahun - tahun mendatang. Juga Emmanuel Eboue, Theo Walcott, Aaron Ramsey yang direkrut saat usia mereka belum juga berkepala 2. Ketika itu pula banyak anekdot 'Arsenal 5 tahun kemudian bakal menjadi tim terbaik di dunia dengan talenta muda yang dimilikinya'. Saat ini apakah mereka telah benar - benar menjadi tim terbaik di dunia? Tentu tidak. Tim terbaik di dunia tidak akan kecolongan 4 gol di babak kedua ketika mereka telah unggul 4-0 di babak pertama. Well, saya tidak menyindir apa yang terjadi pada Arsenal saat mereka bermain seri dengan Newcastle United, tapi memang begitu kenyataannya. Atau tim terbaik dunia bukanlah tim yang memainkan 4 kiper secara bergantian selama satu musim, ini menunjukkan kelabilan dan ketidakseimbangan mental di skuad Arsenal. Lihat saja ketika mereka disingkirkan Barcelona di leg 2 perdelapan final, atau ketika harus tersingkir dari Piala FA lantaran dikalahkan rival abadi mereka Manchester United. Mental bertanding pasukan muda Wenger dan konsistensi lagi - lagi dipertanyakan.

3. Pemain Belakang
Saya benar - benar tidak membandingkan Jamie Carragher, John Terry, Rio Ferdinand, William Gallas dengan Johan Djourou, Laurent Koscielny, atau Thomas Vermaelen, tapi bukannya memang sudah terlihat secara signifikan perbedaan nama - nama di atas? Arsenal membutuhkan bek nomor wahid untuk menjaga kestabilan permainannya. Lihat saja jika dibandingkan dengan barisan gelandang dan penyerang yang telah memiliki reputasi hebat di Eropa bahkan dunia, sungguh jomplang jika mereka masih harus bertumpu dengan nama yang (maaf) medioker macam Djourou, Koscielny padahal mereka harus berhadapan dengan Lionel Messi, Luis Suarez dan penyerang - penyerang lain di berbagai kompetisi berbeda. Wenger mestinya men-serius-kan langkahnya merekrut Per Mertesacker pada musim panas lalu.

Arsenal masih akan berhadapan dengan Manchester United di Emirates pada awal Mei, dengan defisit 6 poin dan unggul 1 pertandingan akankah mereka mampu mengembalikkan prediksi dan menyalip Manchester United di puncak klasemen? Akankah Arsenal 'berbuka puasa' setelah terakhir meraih gelar Liga Inggris sejak 2003/2004? We'll see...