Rabu, 21 Juli 2010

Liverpool Di Bawah Panji Britania

18 trofi Liga Inggris, 5 trofi Liga Champions, 7 trofi Piala FA, 7 trofi Piala Liga, dan masih banyak lagi gelar prestisius yang diraih oleh Liverpool. Kita tentu tahu betapa digdayanya klub asal grup musik The Beatles ini pada medio 1970an dan 1980an. Mereka seakan menjadi raja baik di tanah Britania maupun di Eropa.

Di kala jayanya, Liverpool memiliki pelatih bertangan dingin macam William 'Bill' Shankly dan suksesornya, Bob Paisley. Di bawah kendali kedua pelatih ini Liverpool mampu dengan mudah mendulang trofi demi trofi ke Anfield, markas mereka. Bill Shankly, pelatih kawakan asal Skotlandia, kala itu ditunjuk untuk memperbaiki prestasi Liverpool yang sempat terpuruk pada tahun 1950an. Mereka tenggelam di bawah bayang - bayang rival abadinya, Manchester United, dan tim lain macam Leeds United, Tottenham Hotspur, dan Everton. Di bawah kendali Bill, Liverpool berhasil meraih 3 gelar trofi Liga Inggris, dan 1 trofi Piala FA. Namun, keistimewaan Bill adalah hubungannya dengan suporter Liverpool. Ia berhasil meraih hati para fans dan ia jugalah yang meletakkan pondasi awal kejayaan Liverpool.

Sepeninggal Bill Shankly, yang mundur pada 1974, manajemen Liverpool kala itu menunjuk Bob Paisley sebagai penggantinya. Pelatih berperawakan gempal ini langsung 'tancap gas'. Di musim pertamanya ia langsung merebut gelar juara Liga Inggris dari tangan Derby County yang dilatih Brian Clough, pelatih legendaris Inggris. Dan setelah itu Liverpool berhasil menjuarai kompetisi paling bergengsi di Eropa, yakni Liga Champions sebanyak 3 kali di bawah Bob Paisley (1977, 1978, 1981) dan Piala Eropa(UEFA Cup, atau sekarang lebih dikenal dengan Europa League) pada 1984. Ini adalah prestasi fenomenal bagi klub Inggris mengingat mereka kerap tenggelam di bawah raksasa Eropa macam Ajax Amsterdam, Bayern Munchen, dan Juventus.

Kita kembali ke masa sekarang. Masa dimana Liverpool tidak lagi merajai Inggris. Masa dimana Liverpool belum pernah meraih lagi trofi Liga Inggris sejak 20 tahun silam. Namun, secercah asa tentu boleh dikibarkan jika melihat pergerakan Liverpool di bursa transfer musim panas ini. Pelatih asal Spanyol, Rafael Benitez dipecat, kemudian digantikan oleh Roy Hodgson, pelatih yang sukses mengantar Fulham hingga final Europa League musim lalu. Kemudian Liverpool sukses mendaratkan Joe Cole yang berstatus bebas transfer setelah dilepas Chelsea akhir musim sebelumnya, juga Milan Jovanovic gelandang asal Serbia. Dan rekrutan Britania lainnya macam Jonjo Shelvey, Danny Wilson yang disebut - sebut sebagai The New Alan Hansen.

Sukses Liverpool di era 1970an dan 1980an ditentukan oleh punggawa - punggawa asal Britania Raya macam Kevin Keegan, Ray Clemence, Phil Thompson, Terry McDermott yang berasal dari Inggris Raya, Kenny Dalglish dan Graeme Souness yang berasal dari Skotlandia, dan Ian Rush yang berasal dari Wales.

Akankah Liverpool kembali berjaya dengan konten Britania nya?

Selasa, 13 Juli 2010

10 Hal Yang Bikin Kita Tidak Bakal Melupakan Piala Dunia 2010

Pesta sepakbola paling megah itu telah usai. Kita harus berdoa kepada Tuhan agar diberikan umur setidaknya hingga 4 tahun ke depan untuk kembali menyaksikan ajang terbesar di jagat raya yakni Piala Dunia. Piala Dunia 2010 memang telah berakhir, namun tentu masih banyak hal-hal yang dapat kita kenang dari perhelatan 4 tahun sekali tersebut. Saya mencoba mengumpulkan 10 hal yang membuat kita akan mengenang Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

10. Jabulani dan Vuvuzela
Bola resmi Piala Dunia 2010 keluaran Adidas ini awalnya sempat menimbulkan kontroversi lantaran performanya yang kurang memuaskan. Bahkan, banyak yang menganggap Jabulani adalah bola terburuk sepanjang masa. Jabulani sendiri berasal dari bahasa Zulu yang berarti merayakan.

Terompet khas Afrika Selatan yang bunyinya lebih mirip sekumpulan lebah ini sungguh meresahkan penonton pada awal penyelenggaraan Piala Dunia 2010. Namun, seiring berakhirnya Piala Dunia, kita juga akan merindukan bunyi nyaring yang ditimbulkan Vuvuzela di setiap pertandingan yang kita saksikan.

9. Air Mata Jong Tae-se
Striker timnas DPR Korea ini secara emosional menangis ketika menyanyikan lagu kebangsaannya sebelum pertandingan melawan Brazil. Pure nationalism. Meski akhirnya DPR Korea tersingkir di penyisihan grup, tangisan Jong merupakan highlight dari penyelenggaraan Piala Dunia kali ini.

8. Pulangnya finalis Piala Dunia 2006
Prancis dan Italia bertemu...di bandara. Begitulah jokes yang banyak dilontarkan khalayak setelah melihat kegagalan 2 finalis Piala Dunia edisi sebelumnya ini lolos dari babak penyisihan grup. Jika Prancis tersingkir lantaran dilanda konflik internal, maka sang 'kawan' tersingkir lebih karena kegagalan sang pelatih, Marcelo Lippi memilih pemain yang cocok untuk membela juara dunia 2006 tersebut. Banyak pemain yang justru tidak berkontribusi banyak seperti Simone Pepe, Federico Marchetti, Alberto Gilardino, dan bahkan Andrea Pirlo yang baru tampil pada pertandingan ke-3. Well, setidaknya Riccardo Montolivo baru akan berusia 29 tahun 4 tahun lagi.

7. Swiss 1 Spanyol 0
Kejutan yang pertama kali terjadi di babak penyisihan grup. Kedigdayaan juara Eropa, Spanyol 'digoyang' lewat gol semata wayang Gelson Fernandes. Pasar taruhan pun sedikitnya terkena dampak dari kekalahan Spanyol ini. Tapi kita akhirnya tahu siapa yang tertawa pada akhir turnamen.

6. Panser Muda Membabat Inggris dan Argentina dengan 4 gol
Inggris, si tim pesakitan yang selalu jadi favorit juara dan Argentina, tim yang mengumpulkan 9 poin di babak penyisihan grup. Keduanya luluh lantak seketika saat mereka bertemu Jerman. Dimotori Mesut Ozil, Bastian Schweinsteiger, Sami Khedira, Miroslav Klose dkk, Jerman berhasil melibas kedua tim tersebut keduanya dengan 4 gol bersarang di gawang musuh. Jerman menghancurkan Inggris 4-1 yang-seharusnya 4-2 jika saja wasit Jorge Larrionda asal Uruguay mengesahkan tendangan Frank Lampard yang secara kasat mata telah melewati garis gawang Manuel Neuer. Saya tidak akan membahas lebih panjang apalagi berbicara mengenai berita tentang rencana FIFA mengulang pertandingan tersebut yang jelas-jelas tidak akan terjadi di dunia manapun.

Pemain terbaik dunia tahun 2009, Lionel Andres Messi ternyata tidak mampu membantu negaranya Argentina untuk mengalahkan Jerman. Argentina tidak berkutik menghadapi Jerman yang tampil trengginas, terlebih Bastian Schweinsteiger yang menjadi momok bagi Messi sekaligus bagi Javier Mascherano di lini tengah, karena Schweini-panggilan Schweinsteiger sukses mengunci pergerakan Messi dan juga dengan mudahnya menerobos pertahanan Argentina. Ozil, adalah nama lain yang menjadi buah bibir setelah permainan gemilangnya di fase grup.

5. Ghana
Sang penyelamat muka Afrika. Mereka berhasil mengikuti langkah Kamerun di Piala Dunia 1990 dan Senegal di Piala Dunia 2002 dengan menjejakkan kaki di perempat final. Meski akhirnya takluk dari Uruguay lewat drama adu penalti, tapi rakyat Afrika setidaknya bisa berbangga hati karena salah satu wakilnya mampu berbicara banyak. Dan mereka tentu akan mempunyai musuh baru, yakni Luis Suarez.

4. Diego Forlan, sang penakluk Jabulani
Ronaldo, Messi, Kaka pun seharusnya tercenung melihat apa yang dilakukan Forlan di Piala Dunia kali ini. Karena di luar dugaan Forlan sukses 3 kali menjebol gawang musuh lewat tendangan kerasnya dari luar kotak penalti. Saya rasa ia adalah peraih Golden Ball atas kegemilangannya menaklukkan Jabulani, bukan atas pencapaian 5 golnya.

3. Kiper terbaik Piala Dunia 2010, Luis Suarez

Ghana bisa saja lolos ke semifinal, jika 'kiper kedua' Uruguay, Luis Suarez tidak menepis bola yang sudah di mulut gawang. Ghana kemudian berpeluang mencetak gol lewat tendangan penalti. Namun, Asamoah Gyan yang pada fase grup mencetak 2 gol lewat titik putih, kali ini harus bertemu kesialannya, karena penaltinya mengenai mistar dan gagal memberi kemenangan untuk Ghana yang telah di depan mata. Suarez, yang sebelumnya menangis tersedu karena kebodohannya, langsung bersorak girang melihat Asamoah Gyan gagal memanfaatkan penalti. FIFA seharusnya memberikan Lev Yashin Award kepada Luis Suarez...

2. Gol pamungkas si mungil, Andres Iniesta
Rakyat Spanyol dibuat ketar-ketir oleh permainan keras Belanda, hingga pada menit 116 satu sepakan half-volley Iniesta melesak keras ke kanan gawang Maarten Stekelenburg dan sepakan tersebut bisa jadi adalah sepakan paling bersejarah dalam persepakbolaan Spanyol, karena ia berhasil membawa Spanyol menjadi juara dunia untuk pertama kalinya lewat golnya tersebut. Pahlawan.

1. Paul The Octopus

Tidak perlu penjelasan lebih lanjut :P

Senin, 05 Juli 2010

Ada Apa Dengan Argentina?



9 poin dari 3 pertandingan. Mencetak 7 gol dan hanya kemasukan 1 gol sepanjang babak penyisihan grup. Sungguh menakutkan bukan Argentina? Seharusnya, ya. Jangankan dari perolehan gol atau poinnya, jika melihat barisan depannya saja sudah membuat lawan 'jiper'. Lionel Messi, Gonzalo Higuain, Carlos Tevez, Sergio 'Kun' Aguero, Diego Milito, dan Martin Palermo. Ibarat senapan, Argentina dirasa-rasa tidak akan kehabisan amunisi untuk memborbardir lawan jika memiliki ujung tombak macam mereka.

Kemenangan 3-1 atas Meksiko di perdelapan final seakan mengulang perjalanan mereka di Piala Dunia 2006 yakni menang atas Meksiko dan jumpa Jerman di perempat final. Dan hasilnya pun juga 'terpaksa' harus berulang juga. Argentina berada di sisi kalah. Hanya saja jika 4 tahun lalu, tim Tango harus berjibaku dengan Jerman hingga adu penalti, kali ini mereka langsung rontok di waktu normal. 4-0. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai skor ini. Sesak, sedih, kesal, emosi bisa jadi campur aduk menjadi satu untuk para fans-fans Argentina. Terlalu menyedihkan bahkan.

Saya mencoba merumuskan, apa yang sebenarnya terjadi dengan Argentina. Juara dunia 2 kali ini hanya menjadi bulan-bulanan Panser Muda Jerman. Sekali lagi Diego Maradona harus rela dikalahkan Jerman, seperti apa yang terjadi di final Piala Dunia 1990. Berikut hal-hal yang dianggap menjadi penyebab Argentina hancur di tangan Jerman dan gagal di Piala Dunia:

1. Gelandang tengah. Mungkin saya juga akan pusing tujuh keliling jika harus memilih apakah harus memainkan Tevez atau Aguero, atau memilih antara Higuain dan Milito. Akan tetapi, sepakbola adalah permainan kolektifitas tim. Keseimbangan antara menyerang dan bertahan harus dijaga sebaik mungkin selama pertandingan. Dengan 4-3-3, Dios Diego Maradona memainkan Angel Di Maria dan Maxi Rodriguez sebagai gelandang (tengah). Suatu peran yang agak tabu mungkin bagi kedua pemain yang berposisi sayap dan bernaluri menyerang jika harus membantu merangkai serangan dan turun hingga ke jantung pertahanan. Tidak hadirnya Cambiasso bisa jadi krusial. Memang, belakangan diketahui bahwa Cambiasso tidak dipanggil lantaran berseteru dengan Juan Sebastian Veron. Anehnya, Diego tidak jua memainkan Veron di pertandingan melawan Jerman.

Mascherano yang berperan gelandang tengah, seakan 'ditinggal' sendirian di posisi tersebut, karena memang Di Maria dan Maxi tidak cocok bermain sebagai gelandang tengah. Veron mungkin akan lebih cocok bermain mendampingi Mascherano di tengah. Hasilnya? Scweinsteiger, Ozil, Khedira, trio gelandang Jerman ini bermain begitu bebas di area pertahanan Argentina. Sering sekali Argentina kecolongan melalui gol-gol serangan balik akibat terlambat turunnya 3 gelandang Argentina.

2. Ariel Garce. Nama bek Colon ini mungkin agak asing di telinga anda. Ya, memang. Ia dipanggil Diego Maradona lantaran sang pelatih bermimpi memenangkan Piala Dunia 2010 beberapa saat sebelum Piala Dunia dimulai. Dan di mimpinya Diego hanya mengingat nama Ariel Garce yang berada di skuadnya. Bagaimana dengan nama-nama seperti Pablo Zabaleta, Fabricio Coloccini, dan Javier Zanetti?

3. Kebobolan di menit awal. Tidak ada yang lebih 'menggoyang' mental bertandanding selain gol di menit-menit awal. Sejak dibobol Thomas Muller di menit ke-3, Argentina seakan kehilangan ritme permainan. Tiap pemain bermain individualistis, kecuali Messi yang memang selalu ingin menggiring bek-bek lawan untuk membuka ruang bagi Tevez dan Higuain. Belum lagi bek-bek yang begitu mudah dieksploitasi oleh barisan depan Jerman.

4. Diego Maradona bukan pelatih yang baik. Saya sepenuhnya percaya terhadap komentar Pele tentang Maradona yang ia anggap bukan pelatih yang baik. Maradona adalah legenda hidup Argentina, panutan anak-anak penggila sepakbola yang bermain di jalanan, bahkan Tuhan, sebuah gereja menganggap Diego Maradona adalah sosok yang pantas dipuja berkat sihirnya di lapangan hijau saat masih menjadi pemain. Namun, ketika berprofesi sebagai pelatih sepakbola lain ceritanya. Maradona tentu hanya menggunakan pengalamannya sebagai pemain untuk mengaplikasikan taktiknya di lapangan, ditambah dengan masukan-masukan dari asisten pelatih atau mungkin justru lebih banyak sang asisten yang memberi masukan bagi penampilan Lionel Messi dkk. Ia tidak sepenuhnya paham mengenai pola-pola permainan, terbukti dengan poin 1 pertama yang saya telah jelaskan. Pemain pun diseleksi secara random. 100 pemain telah dipanggil pada babak kualifikasi. Diego Maradona adalah legenda hidup. Cukup sebagai legenda hidup, el Dios!