Senin, 05 Juli 2010

Ada Apa Dengan Argentina?



9 poin dari 3 pertandingan. Mencetak 7 gol dan hanya kemasukan 1 gol sepanjang babak penyisihan grup. Sungguh menakutkan bukan Argentina? Seharusnya, ya. Jangankan dari perolehan gol atau poinnya, jika melihat barisan depannya saja sudah membuat lawan 'jiper'. Lionel Messi, Gonzalo Higuain, Carlos Tevez, Sergio 'Kun' Aguero, Diego Milito, dan Martin Palermo. Ibarat senapan, Argentina dirasa-rasa tidak akan kehabisan amunisi untuk memborbardir lawan jika memiliki ujung tombak macam mereka.

Kemenangan 3-1 atas Meksiko di perdelapan final seakan mengulang perjalanan mereka di Piala Dunia 2006 yakni menang atas Meksiko dan jumpa Jerman di perempat final. Dan hasilnya pun juga 'terpaksa' harus berulang juga. Argentina berada di sisi kalah. Hanya saja jika 4 tahun lalu, tim Tango harus berjibaku dengan Jerman hingga adu penalti, kali ini mereka langsung rontok di waktu normal. 4-0. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai skor ini. Sesak, sedih, kesal, emosi bisa jadi campur aduk menjadi satu untuk para fans-fans Argentina. Terlalu menyedihkan bahkan.

Saya mencoba merumuskan, apa yang sebenarnya terjadi dengan Argentina. Juara dunia 2 kali ini hanya menjadi bulan-bulanan Panser Muda Jerman. Sekali lagi Diego Maradona harus rela dikalahkan Jerman, seperti apa yang terjadi di final Piala Dunia 1990. Berikut hal-hal yang dianggap menjadi penyebab Argentina hancur di tangan Jerman dan gagal di Piala Dunia:

1. Gelandang tengah. Mungkin saya juga akan pusing tujuh keliling jika harus memilih apakah harus memainkan Tevez atau Aguero, atau memilih antara Higuain dan Milito. Akan tetapi, sepakbola adalah permainan kolektifitas tim. Keseimbangan antara menyerang dan bertahan harus dijaga sebaik mungkin selama pertandingan. Dengan 4-3-3, Dios Diego Maradona memainkan Angel Di Maria dan Maxi Rodriguez sebagai gelandang (tengah). Suatu peran yang agak tabu mungkin bagi kedua pemain yang berposisi sayap dan bernaluri menyerang jika harus membantu merangkai serangan dan turun hingga ke jantung pertahanan. Tidak hadirnya Cambiasso bisa jadi krusial. Memang, belakangan diketahui bahwa Cambiasso tidak dipanggil lantaran berseteru dengan Juan Sebastian Veron. Anehnya, Diego tidak jua memainkan Veron di pertandingan melawan Jerman.

Mascherano yang berperan gelandang tengah, seakan 'ditinggal' sendirian di posisi tersebut, karena memang Di Maria dan Maxi tidak cocok bermain sebagai gelandang tengah. Veron mungkin akan lebih cocok bermain mendampingi Mascherano di tengah. Hasilnya? Scweinsteiger, Ozil, Khedira, trio gelandang Jerman ini bermain begitu bebas di area pertahanan Argentina. Sering sekali Argentina kecolongan melalui gol-gol serangan balik akibat terlambat turunnya 3 gelandang Argentina.

2. Ariel Garce. Nama bek Colon ini mungkin agak asing di telinga anda. Ya, memang. Ia dipanggil Diego Maradona lantaran sang pelatih bermimpi memenangkan Piala Dunia 2010 beberapa saat sebelum Piala Dunia dimulai. Dan di mimpinya Diego hanya mengingat nama Ariel Garce yang berada di skuadnya. Bagaimana dengan nama-nama seperti Pablo Zabaleta, Fabricio Coloccini, dan Javier Zanetti?

3. Kebobolan di menit awal. Tidak ada yang lebih 'menggoyang' mental bertandanding selain gol di menit-menit awal. Sejak dibobol Thomas Muller di menit ke-3, Argentina seakan kehilangan ritme permainan. Tiap pemain bermain individualistis, kecuali Messi yang memang selalu ingin menggiring bek-bek lawan untuk membuka ruang bagi Tevez dan Higuain. Belum lagi bek-bek yang begitu mudah dieksploitasi oleh barisan depan Jerman.

4. Diego Maradona bukan pelatih yang baik. Saya sepenuhnya percaya terhadap komentar Pele tentang Maradona yang ia anggap bukan pelatih yang baik. Maradona adalah legenda hidup Argentina, panutan anak-anak penggila sepakbola yang bermain di jalanan, bahkan Tuhan, sebuah gereja menganggap Diego Maradona adalah sosok yang pantas dipuja berkat sihirnya di lapangan hijau saat masih menjadi pemain. Namun, ketika berprofesi sebagai pelatih sepakbola lain ceritanya. Maradona tentu hanya menggunakan pengalamannya sebagai pemain untuk mengaplikasikan taktiknya di lapangan, ditambah dengan masukan-masukan dari asisten pelatih atau mungkin justru lebih banyak sang asisten yang memberi masukan bagi penampilan Lionel Messi dkk. Ia tidak sepenuhnya paham mengenai pola-pola permainan, terbukti dengan poin 1 pertama yang saya telah jelaskan. Pemain pun diseleksi secara random. 100 pemain telah dipanggil pada babak kualifikasi. Diego Maradona adalah legenda hidup. Cukup sebagai legenda hidup, el Dios!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar