Selasa, 30 November 2010

El Classico jilid 161

30 November 2010 akan diingat sebagai hari yang bersejarah bagi publik Katalan yang diwakili 11 pemain di lapangan atas nama Barcelona. Kemenangan atas sang rival abadi, sang pemilik kerajaan Spanyol, Real Madrid dengan skor telak 5-0 merupakan suatu pencapaian manis skuad Barcelona, sekaligus mengulangi prestasi 17 tahun lalu saat Romario dkk mencukur sang lawan dengan skor sama dan tempat yang sama. Kala itu, Barcelona yang dibesut Johan Cruyff, sang penyembah Total Voetbal memporakporandakan Real Madrid lewat gelontoran gol dari Romario, Ronald Koeman dan Ivan Iglesias. Bahkan, pelatih Barcelona saat ini yaitu Josep 'Pep' Guardiola kala itu bermain sebagai gelandang tengah bagi skuad Los Cules.

Layaknya hajatan besar, pertandingan El Classico ke 116 ini digelar pada hari Senin malam atau Selasa dini hari WIB, waktu yang agak tidak lazim mengingat pasti rakyat Spanyol telah menantikan pertarungan antar orang-orang terhebat dalam urusan kulit bundar di muka bumi. Betul. Laga sarat emosi tersebut dimulai dari insiden pendorongan Cristiano Ronaldo terhadap Pep Guardiola hingga tamparan Sergio Ramos kepada 2 sahabatnya di timnas Spanyol yakni Carles Puyol dan Xavi Hernandez yang telah emosi setelah dirinya di kartu merah wasit karena melanggar keras Lionel Messi. Hal tersebut menjadi begitu lazim mengingat pertandingan ini bukanlah pertandingan sembarangan. Ini telah menyangkut harkat dan martabat yang telah turun temurun diwariskan oleh legenda kedua klub.

Superiotas Los Merengues, julukan Real Madrid yang notabene belum terkalahkan di semua laga musim ini seakan lenyap begitu saja jika melihat cara mereka bermain yang jika dalam bahasa Indonesia yang ejaannya-tidak-disempurnakan yakni dikadal-kadalin. Bagaimana tidak? Hampir 600 passing dilancarkan Barcelona demi menyuguhkan permainan indah yang selama ini mereka kerap pertontonkan, ditambah statistik penguasaan bola yang menunjukkan mereka menguasai bola sebanyak kurang lebih 67% di sepanjang gila. Fantastis. Hal yang nyaris tidak mungkin tidak mungkin dilakukan menghadapi tim sekaliber Real Madrid yang diasuh Jose Mourinho. Hal tersebut bahkan diakui Mou - panggilan akrab Jose Mourinho - "Saya belum pernah kalah dengan skor sebanyak ini (5-0), namun kami memang berhak mendapatkannya. Kami bermain begitu buruk, sedangkan mereka begitu fantastis,"begitulah ujarnya. Ada beberapa kunci mengapa Barcelona terlihat begitu superior kala menghancurkan Real Madrid:

1. Ball possession. Jika digambarkan dengan indeks prestasi, mungkin secara kumulatif skuad Barca memiliki nilai cum laude, terutama trio gelandang Busquets-Xavi-Iniesta. Tidak perlu dijelaskan lagi betapa indahnya melihat mereka bertiga menguasai lini tengah. Xavi dengan indah mengorkestrasi timnya, Iniesta berdansa diantara Sami Khedira, Xabi Alonso, dan bek-bek Madrid, sementara Busquets secara elegan menjaga keseimbangan lini tengah dengan permainan tenang nan ekslusif. Tak ayal jika mereka menguasai ball possession hingga 67% karena begitu leluasanya 3 gelandang ini mendikte permainan. Tiki taka biasa disebutnya permainan indah ini. Hampir tidak pernah pemain Real Madrid memegang bola selama lebih dari 20 menit. Kendali selalu dipegang Barcelona dengan ball possession yang menakjubkan antar lini.

2. Mental. Inilah gelaran El Classico pertama bagi nama-nama macam Ricardo Carvalho, Sami Khedira, Mesut Ozil, Angel Di Maria. Mereka merupakan pemain yang handal di posisinya, no doubt about it. Tapi jika sudah menginjak rumput Nou Camp dan harus menghadapi sang pemilik rumah anda harus menomorduakan teknik, mental mengambil alih performa di lapangan. Berbeda dengan Xavi, Puyol, Messi, dkk (kecuali David Villa) yang sebelumnya telah fasih dengan laga ini. Terlihat perbedaan yang mencolok dari sisi olah bola, lihat saja Xavi dengan 110 passingnya (Xavi sendiri) mampu mendistribusikan bola ke semua lini dengan mudahnya. Di Madrid praktis hanya Iker Casillas dan Sergio Ramos yang telah menjalani partai El Classico lebih banyak diantara rekam setimnya. Namun Ramos pula lah yang mengacaukan pertandingan dengan kartu merah yang diterimanya di akhir laga dan tamparan kepada Carles Puyol dan Xavi.

3. Gol cepat. Pep tahu betul bagaimana meruntuhkan moral tim sekelas Real Madrid, setelah melakukan pressing ketat di menit - menit awal, mereka berhasil memancing keluar pertahanan Madrid dan berhasil menggolkan gawang Iker Casillas 2 kali dalam tempo 20 menit. 3 dari 5 gol yang tercipta Madrid saya ingat terjadi berkat umpan terobosan diagonal yang hampir mirip prosesnya, yakni gol Xavi dan 2 gol David Villa semua diawali umpan terobosan tajam nan terukur dari lini tengah Barca. Karena di lapangan Alonso dan Khedira tidaklah berdiri sejajar, Alonso bermain lebih dalam dan 4 bek Madrid memainkan offside trap sehingga memaksa mereka naik hingga seperempat lapangan. Maka jalan yang ditempuh Barca dengan melancarkan umpan diagonal sangatlah tepat, karena jika mereka masih menggunakan fungsi Villa dan Pedro sebagai winger, bek Madrid akan mudah menjebak mereka masuk ke posisi offside.

4. Pemilihan pemain. Banyak yang mengkomparasi tipe permainan Madrid dengan Internazionale besutan Mou ketika mereka menaklukkan Barca di Liga Champions musim lalu. Kali ini Mou gagal dengan pragmatisnya. Skuad pilihannya kali ini agak kurang tepat, karena kali ini ia gagal memaksimalkan lini tengahnya. Inter memiliki gelandang destroyer macam Thiago Motta, Esteban Cambiasso, Javier Zanetti yang telah mengenal gaya permainan Lionel Messi dengan sangat baik. Motta pernah bermain dengan Messi selama hampir 3 musim, sedangkan Zanetti dan Cambiasso adalah rekan Messi di timnas Argentina. Sudah 5 laga El Classico sejak Pep menangani Barca pertama kali dan ia banyak memainkan Messi sebagai penyerang tengah yang lebih sering turun ke lini tengah, bukan sebagai winger, posisi natural Messi. Sengaja demi mengelabui taktik musuh, Pep memainkan skema ini. Messi akan lebih banyak menusuk lewat tengah dengan posisi tersebut, dan kali ini Mou kurang jeli dengan hanya memainkan Alonso dan Khedira sebagai pendobrak gerakan Messi. Lassana Diarra kemudian dimasukkan dan skema berubah menjadi 4-3-3, namun tetaplah tidak efektif untuk mengamankan pergerakan Messi, bahkan Barca malah menambah 3 gol di babak kedua. Pemilihan pemain yang kurang tepat, Mou.

Setidaknya Jose Mourinho masih memiliki waktu hingga 17 April 2011 untuk bekerja keras memulihkan luka publik Madrid atas kekalahan ini dan membalasnya di Santiago Bernabeu nanti. Kita nantikan!

2 komentar:

  1. Permainan Barcelona adalah sistem, siapapun pemain yang direkrut harus bisa nyetel dgn sistem itu. Makanya biarpun pemain cadangan seperti Bojan Krkic, tetap saja bisa bikin gol ke gawang Madrid. System rules everything :)

    BalasHapus
  2. Sistem dan unit ya mas. Bukan potongan pemain yang pengen nunjukin skill individu :

    BalasHapus